GerejaKatedral Surabaya Pukul 05.30 WIB (tatap muka dan online) Pukul 07.15 WIB (hanya offline) Pukul 18.00 WIB (hanya offline) Link Misa Online Selain itu ada Ibadat Jalan Salib setiap hari Jumat selama masa Prapaskah yang dimulai pada Jumat, 4 Maret 2022 di Gereja Katedral Surabaya, baik secara online maupun offline, sebagai berikut:

Gereja Katolik Santo Yosef Mojokerto mulanya merupakan Stasi dari Paroki Kepanjen Surabaya. Namun seiring dengan berkembangnya umat di stasi Mojokerto, maka pada tanggal 19 Januari 1933, Gereja Katolik Stasi Santo Yosef Mojokerto secara resmi menjadi Paroki Santo Yosef Mojokerto dengan jumlah baptisan pertama 2 orang. Pertama kali menjadi Paroki, Gereja Katolik Santo Yosef Mojokerto hanya memiliki 2 dua stasi besar yaitu Stasi Pacet dan Stasi di paroki Santo Yosef Mojokerto berkembang dengan relatif cepat, sehingga gedung gereja yang pertama kali dibangun tidak mampu menampung umat lagi, sehingga harus mengalami beberapa kali renovasi. Tepatnya pada tgl. 20 Desember 1969 Gereja Katolik Paroki Santo Yosef yang baru atau sekarang kita sebut gereja lama diresmikan oleh Mgr. Yohannes Maria Klooster, CM.... Seiring berjalannya waktu, bangunan gereja yang ada masih saja belum mencukupI untuk dapat menampung umat agar dapat beribadah dengan nyaman. Maka pada tahun 2003 dimulailah pembangunan Gereja Katolik Santo Yosef yang baru yang lebih luas dan nyaman. Kurang lebih 3 tahun proses pembangunan gereja tersebut akhirnya dapat terselesaikan, dan telah diberkati dan diresmikan oleh Rm. Julius Haryanto CM, Administrator Keuskupan Surabaya dan Bpk. Wali Kota Mojokerto pada tgl. 01 Mei 2007. Berbagai macam tarekat dan konggregasi mewarnai kehidupan Pastoral Paroki Santo Yosef Mojokerto. Tahun 1933 s/d 1984 Paroki Santo Yosef Mojokerto dikelola oleh para Pastor dariKonggregasi Misi CM dan Pastor Paroki pertama paroki Santo Yosef mojokerto adalah Pastor Maessen, CM. Di tahun 1952 Paroki Santo Yosef Mojokerto mulai mengelola kegiatan sosial dan pedidikan. Tepatnya pada tahun 1956 Gereja mendirikan SMP Katolik Santo Yusup Mojokerto yang dikelola oleh Pastor Nissen, CM. Kemudian tahun 1984 s/d 1995 paroki Santo Yosef Mojokerto ini dikelola oleh para pastor dari Serikat Sabda Allah SVD, dan tahun 1995 sampai sekarang... Paroki St. Yosef Mojokerto dikelola oleh para Pastor dari Projo Keuskupan Katolik Santo Yosef Mojokerto hingga sekarang memiliki 6 enam stasi yaitu Krian, Randegan, Mojoagung, Pacet, Wunut, Trawas. SEJARAH MASING-MASING STASI SEJARAH STASI KEBANGKITAN KRISTUS KRIAN Stasi Krian termasuk wilayah Kabupaten Sidoarjo dan menjadi bagian dari Paroki Mojokerto. Stasi Krian terletak ditengah-tengah, antara Sidoarjo dan Mojokerto 18 km. Gereja atau umat stasi ini berkembang sejak tahun 1948 karena adanya seorang pemilik Sekolah Rakyat SR yakni Bp. Djokomarsandi. Melalui beliaulah Kristus diperkenalkan pada guru di SDK Krian. Pada saat itu ada sekitar 5 orang yang menyatakan diri sebagai calon baptis. Mereka dibaptis pada tahun 1952 di desa Tambak Kameganan, Krian di rumah Bapak Marto. Pak Marto adalah seorang guru agama yang didatangkan dari Solo. Beliaulah katekis pertama di Krian. Ketika itu yang menjadi Romo Paroki Mojokerto, yaitu oleh Romo W. Janssen, CM. Pada tahun 1954 sampai tahun 1955 umat di stasi ini semakin berkembang sampai di wilayah Dayakan Slempit dan daerah Sampang Agung. Perkembangan umat sejak tahun 1964 agak lamban., mengingat kurangnya pembinaan. Pada tahun 1972 ada kelompok doa di balungbendo yang dibimbing oleh Bp. Paulus dari Mojokerto yang kemudian dilanjutkan oleh Bp. Kris Sudarto dan disponsori oleh Bp. Warsono pendatang. Di lingkungan Katolik, Stasi Krian ini tergolong unik. Pertama, meski berlokasi di Kabupaten Sidoarjo, gerejanya masuk Paroki St Yosef Mojokerto. Stasi atau wilayah gereja di luar paroki induk ini bahkan meliputi beberapa kecamatan di Kabupaten Gresik. Sebab, Krian dan Gresik itu hanya dipisahkan Sungai Brantas yang terkenal itu. Untuk ukuran stasi, umat Katolik di Krian ini sangat banyak. Sekitar 2000 jiwa. Padahal biasanya stas di Jawa Timur itu umatnya kurang dari 200 jiwa atau 100an jiwa. Bahkan banyak stasi yang umat Katoliknya tidak sampai 50 orang. Umat Katolik di Krian cukup heterogen layaknya di perkotaan. Ada Tionghoa, Jawa, Batak, Flores dsb. Khas perkotaan. Mungkin karena banyak industri dan perumahan di sekitar situ. Sejak dulu orang Tionghoa sudah ada. Ini terlihat dari kelenteng tua TITD Teng Swie Bio di pinggir sungai kecil. Anehnya, Krian tidak punya gereja katolik yang permanen. Akhir 1990an sempat mencoba bangun gereja yang bagus. Lahan pun cukup luas. Tapi di tengah jalan terhenti karena diprotes masyarakat setempat. Selain itu, ada masalah internal dan eksternal lain yang membuat bangunan ini hanya selesai 80 persen. Mangkrak sampai sekarang. Umat Katolik di Krian dan sekitarnya kemudian rajin berdoa, novena, dsb agar diberi jalan mendirikan gereja. Beberapa romo dari Paroki Mojokerto dan pengurus stasi mengusahakan Izin mendirikan bangunan IMB. Tapi ya tidak mudah. Tunggu punya tunggu, di era Romo Agustinus Eko Wiyono selaku Pastor Paroki Santo Yosef Mojokerto, izin super penting itu akhirnya turun. Setelah berbagai urusan beres, Minggu 26 Juni 2016 dimulai kegiatan pembongkaran bangunan lama yang bertahun-tahun jadi gereja stasi. Sekaligus awal pembangunan gereja baru Gereja Stasi Kebangkitan Kristus Krian, Kabupaten Mojokerto. Selama masa pembangunan, perayaan ekaristi diadakan di aula SDK St. Yustinus de Yacobis Krian. Kebetulan lokasinya berdempetan dengan gereja lama yang sudah dibongkar itu. Senin, 1 Agustus 2016, peletakan batu pertama diawali ibadat sabda dipimpin oleh Romo Eko selaku pastor paroki, didampingi Romo Endro dan Romo Teddy selaku pastor rekan. Tujuh batu pun diletakkan di acara ground breaking itu. Senin 23 Oktober 2017 Gereja Katolik Santa Monika Krian diresmikan olehapak Bupati Sidoarjo, H, Saifulillah dan Bapak Uskup Surabaya Mgr. Vicensius Sutikno Wisaksono Pr. Pejabat yang datang menghadiri peresmian ini adalah Kepala Kantor kementerian agama, pejabat di lingkungan Pemkab Sidoarjo, camat beserta forkopimka krian, FKUB, BAMAG, tokoh masyarakat dan Romo kepala paroki Agustinus Eko Wiyono, Pr., dan para jamaat gereja kebangkitan kristus. STASI SANTO FRASISKUS ASISI RANDEGAN Gereja Umat Stasi Santo Fransiskus Asisi – Randegan dirintis tahun 1960 oleh bapak B. Suronoto. Dari perjuangan dan ketekunan beliau akhirnya pada tahun 1962 terjadi baptisan yang pertama sejumlah 5 orang. Walaupun jumlah mereka masih tergolong kecil namun mereka sehati dan sejiwa untuk saling menguatkan satu sama lain. Tempat untuk berdoa mereka masih menggunakan rumah seorang umat yang bernama Pak Santun. Melihat perkembangan umat yang baik barulah pada tahun 1967 dibagun sebuah kapel. Umat pun bertambah semakin banyak sehingga menuntut kapel itu juga diperbesar. Baru pada pada tahun 1992 kapel itu direnovasi dan diperbesar. Kapel yang besar menambah semangat umat untuk mengembangkan dirinya baik kuantitas semangat belajar Kitab Suci, bahkan hidup mereka selalu dikaitkan dengan Kitab Suci. Maka tak heran tradisi unduh-unduh akhirnya mewarnai kehidupan menggereja. Mereka memberikan apa yang menjadi panenanya untuk dipersembahkan pada Tuhan. Tradisi unduh-unduh inilah yang akhirnya menjadi tradisi khasumat Stasi Santo Fransiskus Asisi Randegan. Selain unduh-unduh tradisi itu mpengan juga kadang menghiasi maraknya Natal atau Paskah di Stasi Randegan. Tak heran dari kebiasaan ini mereka satu sama lain sering berkumpul bersama yang menghasilkan persaudaraan yang erat diantara mereka. Lokasi Stasi Santo Fransiskus Asisi Randegan kurang lebih 15 km dari krian dan 21 km dari Mojokerto. Jalan menuju kesana masih tergolong alami. Dan keadaan inilah yang mendorong orang-orang senang berkunjung di Stasi Randegan. Mayoritas mata pencaharian penduduk setempat adalah tani dan pedagang. Hasil pertanian kelihatanya menjadi tumpuan hidup mereka. Berdagang di desa sendiri atau luar kota juga menjadi bagian dalam perputaran ekonomi mereka. Jumlah umat Stasi Santo Fransiskus Asisi Randegan sekarang sudah mencapai sekitar 200 jiwa dari 60 KK. SEJARAH STASI SANTO ALOYSIUS GONZAGA MOJOAGUNG Mojoagung adalah daerah yang termasuk wilayah Kabupaten Jombang, tepatnya diantara Kota Jombang dan Mojokerto. Gedung Gereja Katolik di Mojoagung yang ada sekarang bernama Gereja Santo Aloysius Gonzaga, berdiri di pinggir jalan Raya yang menghubungkan Kota Jombang menuju ke Surabaya, menghadap ke Utara, sebelah barat Aloon-aloon Mojoagung. Tidaklah mudah ada gereja di Mojoagung yang nota bene berdiri di tengah lingkungan agama mayoritas dan dekat-dekat pondok pesantren dan bertetangga dengan tokoh-tokohnya tersebut. Justru kelemahan itulah kekuatan yang senantiasa dari Tuhan dan nyata, karena melalui perjuangan yang a lot, percaya karena iman akan Yesus Kristus lah menjadikan Mojoagung ada Gereja Katolik yang sekarang merupakan identitas umat katolik khas Mojoagung. Kondisi sekarang sudah banyak kemajuan dari pada dahulu yang merupakan cikal-bakalnya umat katolik di sana. Kira-kira tahun 1960 dahulu ada seorang dan bahkan bukan dari keluarga katolik, itupun karena pendidikan sebelumnya dari sekolah katolik di daerah lain, beliau sering mengajak beberapa orang untuk kegereja di Kota Mojokerto. Saat itu Paroki Mojokerto ditangani oleh Romo-romo CM. Itupun tidak banyak kemajuan dan bisa dikatakan sangat lambat sekali, karena dalam beberapa tahun hanya berkembang satu atau dua orang saja. Disekitar awal tahun 1966 mulai ada perhatian dari Paroki Santo Josef Mojokerto ; mulai ada pelayanan misa yang ditempatkan dalam rumah-rumah yang mau ditempati walaupun bukan keluarga katolik. Misa itupun tidak rutin tetapi temporer, namun sudah mulai bantuan katekis dalam menjaring katekumen. Dalam situasi politik yang tidak menentu sehubungan G 30 S PKI saat itu maka mulailah ada perkembangan, umat bertambah, misa semakin teratur, dari rumah ke rumah / keluarga yang lain. Melihat perkembengan tersebut Romo Paroki Mojokerto Romo Joseph Van Menvort CM Alm. menyetakan bahwa secara resmi Mojoagung masuk dalam salah satu stasi di Paroki Mojokerto. Beberapa saat kemudian sekolar bulan September 1966 mulailah Romo Paroki Mojokerto memperjuangkan agar mempunyai sebidang tanah dan ada rumahnya yang nantinya untuk kegiatan stasi Mojoagung. Tuhan menyayangi umat Nya, lewat tangan Romo JV Menvort CM Alm. Dengan susah payah stasi Mojoagung bisa memiliki sebidang tanah yang dahulunya ditempati Kantor Polsek Mojoagung. Mungkin tukar tambah atau apa nyatanya berhasil dikuasai secara yuridid mulai Februari 1967. bersertifikat HGB . Bersamaan dengan hal peristiwa itu mulailah muncul tokoh-tokoh, yang walaupun mereka sudah tua-tua semangatnya tetap berkarya, dari merekalah berdirilah SMP Katolik Mojoagung, dua tahun kemudian TK & SD didirikan , kerena SMP mulai harus tutup karena persoalan personal di internal stasi kurang bagus. Berlanjut resmi SMPK ditutup Tahun 1974. Misa dilaksanakan tetap diruang kelas, itu berlangsung terus tanpa ada perkembangan dan umat agak lesu karena mulai sering diteror dengan lemparan batu atau kotoran manusia. Pemikiran dari umat yang segelintir tersebut untuk membangkitkan kembali, umat menginginkan pembangunan Gedung Gereja di tanah tersebut, namun pendorongnya belum ditemui, mereka tak jemu berusaha dan berusaha. Tahun 1986semangat membangun gereja timbul lebih dahsyat lagi akhirnya dengan pergeseran dari romo-romo CM ke romo-romo SVD di Paroki membuat lebih semangat lagi. Umat mulai berdoa Novena terus menerus hingga dengan bimbingan Alm. Uskup AJ Dibyo Karyono Pr. Serta Romo Paroki dari SVD, mulailah membangun gedung gereja. Terwujudlah gedung gereja tersebut tahun 1989 berdiri belum ada apa-apanya, tanpa isi Altar atau bangku dlsb. Umat yang rela berkorban bersatu padu solidaritas dan persaudaraan berhasil melengkapi dan akhirnya pada tanggal 29 September 1991 peresmian Gedung Gereja dilaksanakan oleh Bupati Jombang Drs. H. Tarmin Haridi dan diberkati Uskup Surabaya Alm. Mgr. AJ Dobyokaryono Pr. . Dengan penuh keharuan umat bersyukur kepada Tuhan, kemudian memilih pelindung Gereja nya ; “ Santo Aloysius Gonzaga” sebagai penghormatan dan kenangan kepada pelindung Uskup nya pada waktu itu. Dan Gereja Stasi Santo Aloysius Gonzaga sebagai bagian dari Paroki Santo Josef Mojokerto kini berjalan dengan baik sampai sekarang. Sebagai rasa syukurnya umat di Mojoagung tetap berusaha memuliakan Allah dan bangg dengan gerejanya, walaupun keadaan sekarang masih harus dibenahi pemeliharaan serta operasional yang memerlukan biaya tidak kecil. SEJARAH STASI PACET Pada jaman penjajahan Belanda di Dusun Pernen, desa pacet, Kec. Pacet sudah ada Susteran Ursulin, namun pada saat perang kemerdekaan susteran itu hancur dan tidak ditempati lagi. Salah seorang putra bupati Bondowoso yang bernama Mas Winarto pada tahun1963 menemukan kembali tanah milik suster-suster Ursulin di atas bukit kecil yang diberi nama Pernen. Mas Winarto yang ketika itu tinggal di vilanya di desa Sajen – Pacet kira-kira 500 meter dari tanah yang ditemukan segera menggali informasi kepada nara sumber , tentang pemilik tanah yang ketika itu sudah digarap penduduk sekitar, dan merupakan puing-puing bekas kebakaran dan semak serta persawahan. Setelah informasi diperoleh, segera beliau pergi ke Jalan Darmo 49 Surabaya menghadap Muder overste,Liboria, OSU. Ketika Suster Liboria mendapat laporan, segera mencari bukti authentik, dan ternyata surat-surat tanah tersebut ada. Ketika Mas Winarto ditanya, hadiah apa yang harus diberikan karena jasanya tersebut, beliau hanya minta didirikan sekolah SMP untuk menolong anak-anak terutama dari kalangan bawah, agar bisa mengenyam pendidikan SMP, karena pada masa itu hanya orang-orang kaya yang dapat menyekolahkan anaknya ke SMP yang hanya ada di Mojokerto dengan jarak tempuh 33 km dari Pacet. Di Susteran yang ditempati lagi sekitar tahun 1966 itu ada kapel kecil di bagian depan kapel itulah pertama kali umat bisa berdoa bersama, yang pada waktu itu hanya ada beberapa umat saja yaitu Bapak kasido seorang Polisi, bapak Sutrisno seorang guru SR, Bapak Agus Sutrisno seorang guru ST dan bapak Harjanto Guru SMP santo yusup pacet. Misa di Kapel itu diadakan setiap minggu pukul WIB oleh Rm. Debur dari Belanda yang membantu Gereja di Mojokerto. Di kapel itu juga diadakan kegiatan belajar mengajar SMP Santo Yusup Pacet yang jumlah muridnya dari dua menjadi delapan anak. Pada tahun 1970 umat bertambah kurang lebih menjadi 10 Keluarga ditambah dengan umat dari wunut yang berjumlah 2 keluarga. Akhirnya untuk Misa hari Minggu dipindah di kapel yang berada di bagian belakang susteran. Misa dilaksanakan pukul WIB. Dan dilayani oleh Romo itu pula Romo Bloondel membeli rumah yang dulunya pabrik padi Rojolele kepunyaan orang Mojosari. Rumah itu akhirnya dipakai untuk Pastoran. Pada tahun 1980 rumah tersebut diserahkan pada Keuskupan dengan alasan Misionaris harus pulang ke negaranya. Namun Romo Bloondel memperpanjang visanya sampai tahun 1985. Pada tahun tahun 1990 umat berkembang menjadi kurang lebih 50 orang dan 4 suster. Pada tahun itu pula mulai dibangun Gereja santa Maria bintang kejora yang mendapat tanah hibah dari Susteran Ursulin. Akhirnya pada tanggal 10 Februari 1992 Gereja Katolik santa Maria Bintang Kejora Pacet di resmikan oleh Mgr. Dibyo karyono,Pr Uskup Surabaya. Mulailah Stasi Pacet ditangani oleh 2 Katekis yaitu bapak Fx. Wahono dan Bapak Ign. Agus Budiono. Sekarang umat Pacet semakin bertambah namun pertambahanya sangat lambat. SEJARAH STASI WUNUT Pada jaman penjajahan Belanda sekitar tahun 1900 –san sudah ada umat katolik di dusun Wunut , desa Sampang Agung Kecamatan Kutorejo. Jumlahnya ada 7 orang yang kini semuanya sudah meninggal dunia. Memang ada baptisan baru yang terus bertambah namun pertambahanya sangat lambat. Sekitar tahun 1965, tepatnya pada saat G 30 S PKI umat mendapat tekanan, bahwa kalau tidak mau …… kalau ada apa-apa terhadap umat Katolik, Kades tidak bertanggung jawab. Kemudian dari Kodim dan Romo Yansen turun tangan untuk menyelesaikan masalah serta menenangkan umat. Umat semakin hari semakin bertambah namun tetap perkembanganya sangat lambat. Sampai sekarang umat di Stasi santo Mikael Wunut berjumlah 17 keluarga, terdiri dari kurang lebih 30 jumlah sekian itu ada beberapa yang sekarang pindah ke tempat lain dan ada juga yang transmigrasi ke luar Jawa. Sebelum ada kapel kegiatan peribadatan / Misa Kudus serta pembinaan umat bertempat di rumah bapak Yusuf nawi, dan bapak Yusuf nawi sebagai ketua lingkungan. Waktu itu Stasi wunut termasuk lingkungan dari stasi Pacet. Sebelum tahun 1970 umat Stasi Wunut bila Misa Paskah atau Natal harus pergi ke Pacet atau ke Krian dengan bersepeda pancal dan di sana mereka menginap. Kapel stasi Wunut dibangun pada tahun 1970 oleh Suster Dorote OSU,dan diresmikan pada tahun 1972. Dengan berdirinya kapel sebenarnya mendapat tantangan dari beberapa oknum yang tidak senang. Saat itu pula Umat Wunut juga dibelikan tanah makam oleh Suster Dorote, – kira tahun 1998 Stasi wunut oleh Romo Kaderi diminta untuk berdiri sendiri. Misa kudusnya dilayani setiap bulan 1 kali, selebihnya ibadat sabda. Pendalaman Kitab Suci diadakan setiap bergiliran di rumah-rumah umat. Namun untuk perayaan natal dan Paskah kadang masih menggabung dengan umat di Stasi pacet. NAMA-NAMA PASTOR PAROKI MOJOKERTO C. Schoenmakers Cm 1933 – 1936 H. Kock Cm 1936 – 1938 Brand Cm 1939 – 1942 Pcl. Dwidjasusastro Cm 1943 – 1946 Th. Hardjowarsito Cm 1946 – 1948 Boone Kamp Cm 1948 – 1951 Janssen Cm 1951 – 1954 J. Bartles Cm 1954 P. Van Gothen Cm 1954 – 1955 H. Neissen Cm 1955 – 1961 R. Kumoro Pr 1958 Holtul Cm 1961 - 1965 Hoeymakers Cm 1962 J. Van Mensvoort Cm 1965 – 1970 Janssen Cm 1970 – 1980 A. Abimantoro Cm 1980 – 1984 J. Klooster Cm 1984 Gabriel R. Senda Svd 1984 Gabriel Dasi Svd 1984 – 1987 -Kepala Paroki R. Sudhiarso Svd 1988 Albert Novena Svd 1990 – 1993 -Kepala Paroki Y. Madia Adnyana Svd 1990 Yosef Bukubala Svd 1993 – 1995 -Kepala Paroki Sukarno Svd 1994 Ignasius Kaderi 1996 – 1999 -Kepala Paroki Tarsisius Purwadi 1997 – 1999 Pl. Kusnugroho 1999 – 2005 -Kepala Paroki Kusdianto Tana 1999 – 2001 Petrus Katiran 2001 – 2002 Y. Fusi Nusantoro 2002 – 2003 Agustinus Widodo 2003 - 2005 Th. A. Joko Nugroho 2005 - 2011 -Kepala Paroki Stefanus Fani Hure 2012 - 2014 Felisitas Djoni Setiawan 2012 – 2013 Agustinus Eko Wiyono 2013 – 2018 Bernardus Teddy Prasetyo 2015 - 2016 Stefanus Sondak 2016 - 2018 Karel Nuki 2017 – 2018 Cornelius Triwidya Tjahja Utama 2018 - Kepala Paroki Vincentius Harjanto Prajitno 2018 –
JadwalLive Misa Online Gereja Katolik, Besok Minggu 19 Juni 2022 Lengkap dengan Kanal YouTube 18 Juni 2022, 14:55 WIB. Jadwal Misa Offline dan Online Hari Raya Kenaikan Tuhan 2022 Gereja Katedral Surabaya 23 Mei 2022, 13:51 WIB. Nasional Digelar Offline dan Online, Jadwal Misa Hari Raya Kenaikan Tuhan 2022 Gereja Katedral Bandung
KITAB SUCI +Deuterokanonika - Pilih kitab kitab, masukan bab, dan nomor ayat yang dituju Katekismus Gereja Katolik JADWAL MISA KEUSKUPAN SURABAYA Kevikepan Surabaya Utara Paroki Jadwal Misa Surabaya Kenjean - St. Marinus Yohanes Harian & Jumat, Selasa,Kamis & Sabtu Surabaya Jumat Pertama Sabtu sore Minggu sore Pengakuan Dosa Sabtu Misa malam jumat legi Kamis Paroki Jadwal Misa Surabaya Kepanjen - Kelahiran St. Perawan Maria Harian Surabaya Jumat Pertama Sabtu sore WIB Minggu Pengakuan Dosa Sabtu Stasi Hilarius Minggu WIB Paroki Jadwal Misa Surabaya Ketabang - Kristus Raja Harian WIB Surabaya Jumat Pertama Sabtu sore Minggu Paroki Jadwal Misa Surabaya Ngagel - St. Maria Tak Bercela Harian Surabaya Jumat Pertama Sabtu sore Minggu pagi sore Stasi Santo Agustinus Minggu WIB Paroki Jadwal Misa Surabaya Perak - St. Mikael Harian Selsa, rabu, Jumat, senin, Kamis Surabaya Jumat Pertama WIB Sabtu sore WIB Minggu WIB Stasi Ratu Pecinta Damai Minggu WIB Paroki Jadwal Misa Surabaya Pogot - Ratu Pencinta Damai Harian WIB Surabaya Jumat Pertama WIB Sabtu sore WIB Minggu WIB Paroki Jadwal Misa Surabaya Sawahan - St. Vincentius a Paulo Harian Rabu-Jumat, Selasa Surabaya Jumat Pertama Sabtu sore Minggu pagi Pengakuan Dosa Sabtu Kapel Don Bosco Harian WIB Jumat Pertama WIB Sabtu sore Minggu Kevikepan Surabaya Barat Paroki Jadwal Misa Gresik - St. Perawan Maria Harian WIB Senin, Rabu, Jumat Gresik Jumat Pertama WIB Adorasi Sabtu sore WIB Minggu WIB Stasi Santo Franciskus Xaverius - Lamongan Minggu WIB ink St. Andreas - Benjeng Minggu IV WIB Minggu II WIB Ibadat Sabda Paroki Jadwal Misa Surabaya Citra Raya - St. Yakobus Harian WIB Surabaya Jumat Pertama WIB Sabtu sore WIB Minggu WIB Sore Paroki Jadwal Misa Surabaya Darmo Satelit - St. Aloysius Gonzaga Harian WIB Surabaya Jumat Pertama WIB Sabtu sore Minggu Stasi St. Yakobus Harian WIB Rabu Jumat Pertama WIB Sabtu sore WIB Minggu WIB pagi WIB sore Paroki Jadwal Misa Surabaya Dukuh Kupang - Redemptor Mundi Harian WIB Surabaya Jumat Pertama WIB Sabtu sore WIB Minggu bhs. Inggris pagi bhs. Inggris Sore Pengakuan Dosa sebelum misa Sabtu dan Minggu sore Paroki Jadwal Misa Surabaya Karangpilang - Harian WIB Surabaya Jumat Pertama WIB Sabtu sore WIB Minggu Kapel St. Simon Minggu WIB I,III & V WIB II & IV St. Yohanes Rasul - Taman Pondok Jati,Taman Minggu WIB Paroki Jadwal Misa Surabaya Pagesangan - Sakramen Mahakudus Harian WIB Surabaya Jumat Pertama WIB Sabtu sore Minggu Pengakuan Dosa Sabtu Adorasi Kamis + Misa Paroki Jadwal Misa Surabaya Tandes - St. Stefanus Harian WIB Surabaya Jumat Pertama WIB Sabtu sore WIB Minggu WIB Kapel St. Yosef Minggu II & III WIB Kevikepan Surabaya Selatan Paroki Jadwal Misa Sidoarjo Juanda - St. Paulus Harian WIB I Sidoarjo Jumat Pertama WIB Sabtu sore WIB Minggu WIB Paroki Jadwal Misa Sidoarjo - St. Maria Annuntiata Harian senin & Jumat, Selsa-Kamis Sidoarjo Sabtu sore WIB Minggu pagi sore Stasi Kebangkitan Kristus - Krian Jumat Pertama WIB Minggu WIB Paroki Jadwal Misa Sidoarjo tropodo - Salib Suci Harian Senin, Rabu, Kamis, Sabtu Selasa, Jumat Sidoarjo Jumat Pertama WIB Sabtu sore WIB Minggu Pengakuan Dosa Sabtu Kapel Santo Paulus Harian WIB Jumat Pertama WIB Minggu WIB Paroki Jadwal Misa Surabaya Jemur Andayani - Gembala yang Baik Harian WIB Surabaya Jumat Pertama WIB Sabtu sore Minggu Pagi sore Paroki Jadwal Misa Surabaya Purimas - Roh Kudus Harian WIB Surabaya Jumat Pertama WIB Sabtu sore Minggu Paroki Jadwal Misa Surabaya Katedral - Hati Kudus Yesus Harian Surabaya Jumat Pertama Sabtu sore WIB Minggu sore Adorasi Jumat + Misa Kapel RSK Vincentius Harian WIB Minggu WIB Paroki Jadwal Misa Surabaya Purimas - Roh Kudus Harian Surabaya Jumat Pertama Sabtu sore Minggu Paroki Jadwal Misa Surabaya Wonokromo - St. Yohanes Pemandi Harian WIB Surabaya Jumat Pertama WIB Sabtu sore Minggu Kapel Santo Yohanes Sabtu II, IV, V Minggu 1& III WIB Kevikepan Kediri Paroki Jadwal Misa Jombang - St. Maria Harian WIB Jombang Jumat Pertama Sabtu sore WIB Minggu WIB Paroki Jadwal Misa Kediri I - St. Vincentius a Paulo Harian WIB Kediri Jumat Pertama Sabtu sore WIB Minggu WIB Paroki Jadwal Misa Kediri II - Santo Yusup Harian senin, Selasa, Kamis, Rabu, Jumat Kediri Jumat Pertama Sabtu sore WIB Minggu pagi WIB sore Paroki Jadwal Misa Mojokerto - St. Yosef Harian WIB Mojokerto Jumat Pertama WIB Sabtu sore Minggu WIB Paroki Jadwal Misa Pare - St. Matheus Harian WIB senin-Kamis. Jumat Pare Jumat Pertama WIB Sabtu sore Minggu WIB Pagi WIB Sore Stasi St. Yakobus Sekaran-Kayen Kidul, Stasi St. Maria Immacullata Kapasan-Gadungan-Puncu, Stasi Visitasi Marie Dorok-Manggis-Puncu Stasi St. Theresia Satak-Puncu, Stasi St. Aloysius Kepung-Kepung, Stasi Kristus Noto Kampung Baru-Kepung, Stasi St. Petrus dan Paulus Dampit-Asmorobangun-Puncu, Stasi St. Maria Asumta Sumber Suko-Sukosari-Kandangan Stasi St. Gregorius Sukomoro-Papar, Stasi St. Maria Mediatrix Sumberejo-Ngasem Stasi St. Andreas Klepek-Kunjang Stasi St. Thomas Bendo-Pare Kevikepan Blitar Paroki Jadwal Misa Blitar I - St. Yusup Harian WIB Blitar Jumat Pertama WIB Sabtu sore WIB Minggu WIB Stasi St. Paulus Slorok Minggu WIB Jumat Pertama WIB Ziarah Goa Maria Perayaan Ekaristi Rabu Pon WIB Paroki Jadwal Misa Blitar II - St. Maria Harian Blitar Jumat Pertama Sabtu sore Minggu Paroki Jadwal Misa Wlingi - St. Petrus dan Paulus Harian Wlingi Jumat Pertama Sabtu sore Minggu Paroki Jadwal Misa Tulungagung - St. Maria Dengan Tidak Bernoda Asal Harian WIB Senin-Rabu Tulungagung Jumat Pertama WIB Sabtu sore WIB Minggu WIB Kevikepan Madiun Paroki Jadwal Misa Madiun I - St. Cornelius Harian Senin, Selsa, Rabu, kamis & Jumat Madiun Jumat Pertama WIB Sabtu sore WIB Minggu Paroki Jadwal Misa Madiun II - Mater Dei Harian Selasa-kamis, Rabu-Jumat Madiun Jumat Pertama WIB Sabtu sore WIB Minggu WIB sore Paroki Jadwal Misa Magetan - Ragina Pacis Harian Magetan Jumat Pertama Sabtu sore Minggu Paroki Jadwal Misa Nganjuk - St. Petrus & Paulus Harian Nganjuk Jumat Pertama Sabtu sore Minggu Paroki Jadwal Misa Ngawi - St. Yosef Harian Senin ibadat WIB , Selasa-Kamis, Sabtu, Misa WIB. Jumat Misa WIB Ngawi Jumat Pertama WIB Sabtu sore Minggu WIB Stasi Kristus Raja Ngrambe Minggu WIB Paroki Jadwal Misa Ponorogo - St. Maria Harian Ponorogo Jumat Pertama Sabtu sore Minggu Kevikepan Cepu Paroki Jadwal Misa Blora - St. Pius X Harian Blora Jumat Pertama Sabtu sore Minggu Paroki Jadwal Misa Bojonegoro - St. Paulus Harian WIB Bojonegoro Jumat Pertama Sabtu sore WIB Minggu WIB Paroki Jadwal Misa Cepu - St. Willibrordus Harian Senin-Kamis, Jumat, Sabtu di Kapel susteran Putri Kasih Cepu Sabtu sore WIB Minggu WIB Stasi Sidorejo Sabtu I WIB Stasi Kapuan Sabtu I I WIB Stasi Mulyorejo Sabtu III WIB Stasi Jipang Sabtu IV WIB Stasi Doplang Minggu I & III WIB Stasi Randubaltung Minggu II & IV WIB Paroki Jadwal Misa Rembang - St. Petrus dan Paulus Harian WIB Senin - Kamis, Jumat Rembang Jumat Pertama WIB Sabtu sore WIB Minggu WIB Paroki Jadwal Misa Tuban - St. Petrus Harian Tuban Jumat Pertama Sabtu sore Minggu bila anda ingin membantu kami mengenai informasi jadwal misa dan Updatenya perubahan bisa di kirim ke kami, email jadwalmisa Terimkasih atas kepedulian, perhatian serta waktu anda untuk mengunjungi website kami, Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian 2Kor 1314
JADWALMISA; TENTANG KAMI. Sejarah Gereja; Pelayanan; Komunitas; Pembangunan Stasi; FORMULIR; ARTIKEL. Instagram Galeri; KONTAK; Home SEW 2022-07-13T09:03:48+07:00. Rumah Tuhan. Berawal dengan misa dari rumah ke rumah, Gereja Katolik Paroki Santo Yakobus telah menjadi salah satu rumah ibadat di kawasan Citraland Surabaya. 2019 Gereja
Historia Stationis Soerabaiae ab anno 1810 ad annum 1890 Sejarah Stasi Surabaya dari tahun 1810 sampai tahun 1890Catatan kronologis pertama mengenai Sejarah Stasi Surabaya diperkirakan dibuat pada tahun 1886 oleh seorang misionaris Yesuit yang bertugas di Surabaya waktu itu, pada kertas putih dalam bahasa Latin dengan tulisan tangan sepanjang delapan halaman, dengan judul "Historia Domus Stationis Soerabaiae". Catatan ini kemudian ditulis ulang pada kertas bergaris kotak-kotak mungkin warna merah muda, diperkirakan pada tahun 1890, masih dalam bahasa Latin dan dengan tulisan tangan sepanjang empat setengah halaman, dengan judul "Historia Stationis Soerabaiae ab anno 1810 ad annum 1890".... Mengenai manuskrip "Historia Stationis Soerabaiae ab anno 1810 ad annum 1890" ini, beberapa hal perlu dicatat Pertama, ketika historia domus itu ditulis ulang, sebuah keterangan menarik pada naskah 1886 halaman 6 "eadem Anno 1868 empta est nova domus nostrorum pretio F 25000." pada tahun yang sama 1868 dibelilah rumah kita yang baru dengan harga 25000 gulden, tidak diikutsertakan. Entah sengaja atau tidak, dan mengapa tidak ditulis lagi pada naskah manuskrip 1890, kita tidak tahu. Sumber lain menyebut bahwa pembelian rumah di lokasi 9 yang sekarang itu dilakukan pada 1864 ?. Kedua, mungkin karena kurang informasi atau sebab lain, periode 50 tahun pertama 1810-1859, yaitu periode para misionaris Praja sebelum kedatangan para pastor Yesuit, hanya secara ringkas sekali dicatat, tidak lebih dari satu halaman. Namun, betapapun ringkasnya, dari catatan ini kita menjadi tahu dengan lebih detil bahwa ada sebelas pastor yang melayani Stasi Surabaya selama periode itu, dan sedikit "mencium" adanya persoalan besar yang nantinya dikenal sebagai "Grooff Affair". Dari sumber lain kita juga akan tahu bahwa dua dari antara para pastor itu bukanlah imam Praja. adalah anggota OFM, dan Mathias Kooij adalah anggota OFMCap. Ketiga, periode kedua 1859-1890, yaitu jaman para misionaris Yesuit, Surabaya merupakan pusat misi Yesuit di Hindia Belanda. Pada 1864-1882 Superior Misi Yesuit berkedudukan di Kepanjen Surabaya. Surabaya juga menjadi pusat misi untuk pulau-pulau luar Jawa Flores, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera. Manuskrip-manuskrip mengenai pengorganisasian misi ordinationes 1859-1870, sejarah rumah historia domus Larantuka, Maumere, Padang, dan sejumlah surat, yang tersimpan dalam arsip Kepanjen merupakan saksi historis yang menarik. Sayangnya, sejumlah manuskrip sudah tidak terbaca lagi karena rusak. Naskah "Historia Stationis Soerabaiae ab anno 1810 ad annum 1890" ini memuat daftar lengkap 19 orang imam Yesuit yang pernah bertugas di Surabaya selama periode 1859-1890. Keempat, naskah "Historia Stationis Soerabaiae ab anno 1810 ad annum 1890" ini mengingatkan kita di setiap paroki akan pentingnya membuat catatan kronologis, membuat "historia domus", yang akan berguna dan bisa diwariskan ke generasi berikut, supaya dapat belajar dari sejarah. Dan untuk kebutuhan praktis, agar kita tidak bingung bila harus menulis sejarah setiap kali pesta atau merayakan ulang tahun paroki. Terjemahan Naskah Historia Stationis Soerabaiae ab anno 1810 ad annum 1890 Sejarah Stasi Surabaya dari tahun 1810 sampai tahun 1890 Misionaris pertama di kota ini ialah Romo Henricus Waanders, yang bekerja sejak tahun 1810. Pada masa karyanya gedung gereja katolik dibangun mulai tahun 1821, dan setahun kemudian diberkati pada 22 Maret. Dia pensiun pada tahun 1827. Sejak tahun itu disana berkarya Adrianus Thijssen, yang pada tahun 1844 dibebastugaskan dari tempat misi itu; dan yang selama satu tahun 1842-1843 ditemani oleh Romo Godthart. Dari tahun 1844 sampai 1846 disana bekerja Romo Cartenstat dan van Dijk, keduanya mendapatkan suspensi dari Mgr. Grooff. Tahun 1845 Romo Bernardus Kerstens tiba disana, tetapi pada awal tahun 1846 dia ditolak oleh pemerintah karena dia lebih setia kepada uskup. Untuk sementara waktu stasi ini tanpa Romo sampai dengan kedatangan Romo Sanders pada tahun 1847. Dari tahun 1849 stasi dipimpin oleh Romo Norbertus Moonen, seorang yang sampai sekarang selalu dipuji-puji ketika mengenangnya. Pada masanya, dia ditemani oleh Romo Mattias Kooij, dan kemudian dari tahun 1851 sampai 1854 ditemani oleh Romo Caspar Hesselle. Romo Moonen wafat pada tahun 1856. Dari tahun 1856 sampai 1859 disini berkarya Romo Caspar Johan Hubert Franssen. Dalam tahun itu juga datanglah Romo Martinus van den Elzen dan Johanes Baptista Palinckx, yang mulai menaruh perhatian pada karya persekolahan baik bagi para pemuda maupun pemudi. Situasi kaum muda sangatlah memprihatinkan, karena kebodohan dan ketidakpedulian terhadap agama, dan oleh karena itu dipandang perlu mendirikan sekolah-sekolah tempat anak-anak dididik dalam hidup kristiani. Atas Penyelenggaraan Ilahi telah berhasil dikumpulkan sumbangan dari para dermawan untuk membeli sebuah rumah seharga f. 20,000, yaitu rumah yang nantinya diserahkan kepada bruder-bruder St. Aloysius dari Oudenbosch untuk mulai membuka sekolah pada tahun 1862. Pada tahun berikutnya sebuah rumah lain seharga f. 40,000 dibeli, yaitu rumah tempat para suster Ursulin akan mendidik anak-anak perempuan. Selain itu didirikan juga tempat khusus bagi anak-anak perempuan yatim dari keturunan wanita pribumi yang menanamkan dalam jiwa anak-anak perempuan devosi kepada Santa Perawan Maria maka pada tahun 1863 didirikan Persaudaraan Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria dengan perayaan misa pada suatu hari minggu yang diiringi nyanyian anak-anak perempuan. Dari tahun 1859 sampai tahun 1865 Romo van den Elzen dan Palinckx melayani stasi ini, kemudian meninggalkan kota ini untuk mendirikan stasi baru di Djokjakarta, digantikan oleh Romo Johanes de Vries. Pada tahun 1866 datang Romo Franciscus de Bruijn. Dalam bulan Juli tahun itu Romo Martinus van den Elzen, orang yang karyanya diakui hingga saat ini, meninggal dunia. Pada tahun 1867 datanglah Romo Johanes Franciscus van der Hagen, sementara Romo de Vries pergi. Pada tahun 1868 diutuslah ke Soerabaia Romo Franciscus Johannes Augustus Ellerbeck. Tahun belum berakhir ketika kematian merenggut korban lain, yakni Romo van der Hagen. Pada tahun 1868 bertambahlah jumlah pekerja kebun anggur dengan kedatangan Romo Cornelius Omtzigt, dan pada tahun ini juga terpilihlah Romo Arnoldus Terwindt sebagai Superior Stasi Surabaya. Pada tahun 1869 Romo Ellerbeck pulang ke tanah air karena sakit dan Romo Omtzigt diutus misi ke Larantuka. Setelah sehat Romo Ellerbeck kembali ke Surabaya lagi. Pada tahun 1873 diberi lagi pekerja kebun anggur, yaitu Romo Johannes Petrus Nicolaus van Meurs. Pada tahun 1875 dirayakanlah secara meriah pesta Hati Yesus Yang Mahakudus, dan sejak saat itu devosi kepada Hati Yesus ini mulai berakar di kalangan umat, diselenggarakan pada hari pertama bulan ke enam, dan pada tahun berikutnya patung Hati Yesus Yang Mahakudus ditempatkan di gereja, untuk dihormati pada bulan Juni dengan lebih khidmat. Pada tahun 1876 pekerja kebun anggur di stasi ini menjadi berjumlah empat orang, dengan kedatangan Romo Petrus van Santen. Pada tahun 1878 masuklah Romo Carolus Boelen, yang pada tahun berikutnya menggantikan tempat Romo van Santen yang berangkat ke Semarang dan bekerja disana sampai tahun 1880, dan yang kemudian bergabung dengan Romo Franciscus Voogel di Yogyakarta. Pada tahun 1883 datanglah Romo Gerardus Kusters. Pada tahun 1884, oleh karena sakit maka Romo Terwindt melepaskan tugasnya, dan digantikan oleh Romo Carolus Gulielmus Johannes Wenneker. Pada tahun yang sama, oleh karena alasan kesehatan Romo van Meurs pulang ke Belanda. Pada tahun 1885 Romo Voogel meninggalkan kota ini untuk mendirikan misi baru di Kendari, bagian timur pulau Sulawesi, dan Romo van Meurs yang kembali dari Belanda menjalankan pelayanan suci di kota ini sampai awal tahun 1886, kemudian pindah ke Semarang dan digantikan oleh Romo Cornelis Stiphout. Pada tahun yang sama Romo Gerardus van Mierlo tiba di Surabaya, sehingga Romo Kusters dapat pergi untuk melayani Cirebon. Pada tahun 1886 itu juga Kongregasi Maria untuk kaum muda mulai didirikan di sekolah bruderan. Sebab dari pengalaman jelas bahwa di sekolah bruderan anak-anak yang naik dari kelas empat ke kelas lima cenderung menjadi nakal, kehilangan semangat yang baik, maka kerap merupakan keputusan yang baik bahwa peraturan-peraturan diberikan kepada mereka sejak tahun awal hidup mereka, sehingga ketika lebih dewasa mereka tetap berada di bawah perlindungan yang aman; dan devosi kepada Bunda Maria dapat menjadi pelindung melawan bahaya-bahaya; inilah alasan pendirian Kongregasi Maria itu. Pada tahun 1887 Perkumpulan St. Anna didirikan, untuk membantu kaum miskin, dengan membagikan pakaian dan uang. Pada tahun 1888 Romo Stiphout ditugaskan ke Semarang, dan tempatnya digantikan oleh Romo Antonius Henricus Josephus Hubertus Bolsius. Pada tahun 1889 Romo van Mierlo pindah ke Padang dan Romo Petrus Henricus Diederen ke Surabaya; sementara itu Romo Bolsius pindah ke Menado, dan Romo Franciscus Johannes Antonius Vermeulen ke Surabaya. Pada tahun yang sama dalam bulan April 1889 telah dibeli sebidang tanah seharga fl. 8,815 dari pemerintah, supaya disitu dapat dibangun gereja yang baru, dan yang lama ditinggalkan. Pada tanggal 7 Juni lotere St. Vincentius a Paulo senilai f. 200,000 selesai diundi, hasil-hasil dari lotere ini tidak terpisahkan dari peran perkumpulan St. Vincentius, sehingga kekurangan biaya bulanan untuk pemeliharaan para yatim piatu dapat teratasi, dan selain itu diperoleh suatu modal, yang pada waktunya nanti dapat dipakai untuk mendirikan panti asuhan. Pada tahun 1890 devosi adorasi abadi hari pertama bulan ke enam diperkenalkan untuk mempromosikan ibadat kepada Hati Yesus Yang Mahakudus. Sumber Manuskrip Kepanjen "Historia Stationis Soerabaiae ab anno 1810 ad annum 1890". Penterjemah Ev. E. Prasetyo Widodo CM, dengan bantuan Henk Hippolyte de Cuijper CM Tianjin, 16 Agustus 2013 CATATAN TENTANG MANUSKRIP "SURABAYA, 22 MARET 1822" Manuskrip berbahasa Belanda tertanggal “Soerabaija, 22 Maart 1822” ini berupa tulisan tangan pada kertas berukuran folio sepanjang 1,5 halaman 1 lembar bolak balik. Isinya semacam laporan reportase peresmian dan pemberkatan gedung gereja Katolik di Roomsche Kerkstraat sekarang Jl. Cendrawasih Surabaya pada 22 Maret 1822 oleh Pastor Prinsens dari Semarang, dan dihadiri oleh para pejabat sipil dan militer. Ditulis juga pujian terhadap peran Pastor Waanders yang turut membantu para korban wabah kolera pada tahun 1821 dengan mengijinkan bangunan gereja yang belum jadi dipakai sebagai rumah sakit darurat. Reportase peresmian gereja tersebut rupanya diterbitkan dalam Bataviasche Courant pada 30 Maret 1822, sebagaimana dikutip oleh Van den Velde 190829. Di kemudian hari Karl Steenbrink 2003 13 juga menggunakan kutipan yang dibuat oleh Van den Velde untuk melukiskan keadaan gereja di Surabaya pada awal abad ke-19. Setengah halaman terakhir pada manuskrip tersebut merupakan catatan orang berbeda bernama G. Hageman mengenai para pastor yang bertugas di Stasi Surabaya sejak Pastor H. Waanders 1809-1827 sampai Pastor Terwindt 1869, sebanyak 18 orang pastor. Terjemahan Naskah Surabaya, 22 Maret 1822 Hari ini berlangsung peresmian yang meriah gedung baru Gereja Katolik Roma yang pembangunannya telah dirampungkan beberapa waktu lalu. Bangunan Gereja Katolik Roma ini, yang berhasil dibangun berkat usaha keras Pastor Waanders dan berkat sumbangan yang dikumpulkan dari warga yang sangat bermurah hati di daerah ini, mempunyai daya tarik khusus karena sederhana, tetapi sekaligus efisien dan cantik. Para tukang bangunan pantaslah mendapat penghargaan atas karya mereka ini. Sejumlah undangan yang hadir dalam peresmian ini, bersama dengan para pejabat sipil dan militer dari detasemen infantri, sebagian besar merupakan umat beragama lain. Hal ini membuktikan bahwa prasangka mengenai kebiasaan-kebiasaan telah makin tersingkir oleh Pencerahan, karena sikap dan rasa hormat yang tampak secara umum membuat peresmian ini berlangsung layaknya upacara kenegaraan. Selama misa yang dipimpin oleh Rm. Prinsens, pastor Semarang, sejumlah nyanyian dan iringan instrumen-instrumen musik, yang disesuaikan khusus untuk peristiwa ini, dibawakan oleh para amatir dengan keagungan cita rasa seni. Di atas altar yang didirikan sesuai dengan kebiasaan Gereja Katolik Roma ditempatkanlah sebuah lukisan menggambarkan Kristus dalam ukuran natural mati di kayu salib, yang dikerjakan oleh Schmidtz, seorang pegawai jawatan Insinyur Kerajaan. Pelukis ini pantas dihargai karena ukuran karya lukis dan keberhasilannya. Yang tak kalah menariknya ialah piala emas, yang diukir dengan kata-kata “Sembah Bakti dan Syukur, Surabaya 1821”. Piala ini merupakan hadiah dari penduduk Surabaya untuk pastor Waanders karena pelayanan dan jasa yang ia lakukan bagi banyak orang, khususnya para tentara, pada waktu berkecamuk wabah kolera. Pada waktu itu dia merelakan bangunan gereja, yang masih belum rampung dikerjakan itu, untuk digunakan sebagai rumah sakit. Dia juga menghibur dan menyemangati orang-orang yang menderita karena terjangkit kolera. Sesudah misa Rm. Waanders naik ke mimbar dan berbicara dengan fasih dari sudut pandang agama dan kemasyarakatan mengenai arti penting hadirnya bangunan gereja ini, yang secara khusus didedikasikan bagi agama katolik. Kemudian pada kesempatan ini ia juga menyampaikan terima kasih atas kebaikan dan bantuan Gubernur Jenderal yang telah mengabulkan pendirian bangunan gereja ini, khususnya karena telah memberikan sebidang tanah beserta beberapa bangunan tua di atasnya. Oleh karena hal itulah maka pembangunan gereja dapat terwujud sesuai yang direncanakan. Ia mengakhiri kata-katanya dengan doa memohon berkat Tuhan bagi gereja ini, juga bagi kesejahteraan Nederland dan tanah-tanah jajahan, dan bagi pemerintah. Sumber Manuskrip Kepanjen "Surabaya, 22 Maret 1822" Penterjemah E. Prasetyo, dengan bantuan Henk Hippolyte de Cuijper, Surabaya, 10 Januari 2014 MELACAK USIA GEREJA KATOLIK DI KOTA SURABAYA “Ibu yang melahirkan dan membesarkan anak-anak lahir dalam pingitan benteng kota tiada air bersih, panas, dan selalu dirubung nyamuk-nyamuk 200 tahun yang lalu… dan terlupa” puzhongwen Bermula ketika pada tahun 2010 Yayasan Lazaris hendak mengadakan acara pengutusan peserta program animasi misi ke Kalbar dan Kalsel untuk para siswa dan guru. Kapan sebaiknya acara itu dilakukan? Kebetulan teringat bahwa tanggal 12 Juli 1810 adalah tanggal kedatangan pastor misionaris pertama di Surabaya, yaitu pastor Henricus Waanders. Serta merta tersadar pula bahwa gereja di Surabaya ternyata sudah berusia 200 tahun. Bukankah ini merupakan peristiwa penting yang patut disyukuri dan dirayakan? Maka tanggal 12 Juli diputuskan sebagai tanggal pengutusan. Semula direncanakan bahwa acara dilakukan di SMAK St. Louis I. Tetapi karena aspek historis misi Surabaya ingin ditekankan untuk membangun ingatan dan kesadaran misi, maka tempat dipindahkan ke Gatotan, yang secara historis tercatat sebagai tempat tinggal pertama misionaris pada tahun 1810. Acara dilakukan secara sederhana di SDK perayaan ekaristi konselebrasi beberapa romo yang berkarya di Yayasan Lazaris dan di Kepanjen, pengutusan dan berkat untuk para siswa dan guru peserta program animasi misi, pemaknaan 200 tahun misi gereja di kota Surabaya, dan pemotongan tumpeng untuk makan bersama. Yang kemudian menjadi menarik ialah bahwa Paroki Kelahiran Santa Perawan Maria Kepanjen Surabaya, “paroki induk” untuk bukan saja seluruh Jawa Timur, melainkan juga untuk Indonesia Bagian Timur, pada tahun 2010 itu sedang menyiapkan pesta ulang tahun paroki yang ke-195. Pertanyaan yang muncul ialah mengapa bukan perayaan yang ke-200? Apa yang menjadi dasar bagi paroki “Kepanjen” untuk merayakan pesta paroki yang ke-195, dan bukan yang ke-200? Dasar Penetapan Ulangtahun Gereja dan Paroki Di keuskupan-keuskupan, paroki-paroki, stasi-stasi, sudah umum dilakukan peringatan-peringatan, misalnya - Peringatan mulai hadirnya gereja di suatu wilayah Negara, kota - Peringatan berdirinya/dibukanya stasi pos karya misioner gereja atau paroki secara resmi - Peringatan berdirinya/ diberkatinya/ dipakainya gedung/ bangunan gereja secara resmi Pada umumnya peringatan-peringatan itu ditetapkan berdasarkan, antara lain -Tanggal/tahun pendirian stasi, permulaan pelayanan suatu wilayah sebagai stasi -Tanggal/tahun dilakukannya pembaptisan untuk pertama kalinya -Tanggal/tahun pemberkatan/peresmian mulai dipakainya gedung gereja -Untuk sebuah keuskupan, peringatan ulangtahun biasanya didasarkan pada tanggal/tahun pendiriannya sebagai sebuah Prefektur Apostolik -Untuk sebuah “paroki induk”, peringatan ulangtahun biasanya didasarkan pada tanggal/tahun pendiriannya sebagai sebuah stasi. Sementara untuk “paroki yang lain” yang dilahirkan oleh “paroki induk” peringatan ulangtahun didasarkan pada penetapannya sebagai sebuah paroki. Sebuah gereja atau paroki dapat disebut sebagai “gereja/paroki induk”, bila ditemukan indikasi berikut Dalam suatu wilayah gerejani usianya paling tua dibanding gereja-gereja/paroki-paroki lain Induk dari lahirnya gereja/paroki yang lain. Yang melahirkan paroki-paroki lain Dibuka/didirikan oleh misionaris asing seperti umumnya di Asia atau tanah misi yang lain yang dengan penugasan resmi datang pertama kali secara menetap dan memberikan pelayanan gerejani secara terus-menerus/berkelanjutan ekaristi dirayakan secara tetap dan terus-menerus/berkelanjutan Baptisan untuk wilayah pelayanan yang berada dalam kewenangan administratifnya dicatat secara resmi dalam Registrum Baptismale Buku Induk Baptis, sejak pertama kali dilakukan pembaptisan Suatu stasi yang secara independen terpisah dari stasi lain pertama kali dibuka di wilayah misi atau “di masa awal misi” sekaligus berfungsi sebagai paroki paroki induk, bila Adanya penugasan resmi imam misionaris yang tinggal menetap, berkelanjutan, dan berfungsi sebagai pastor di wilayah itu Dimulainya pelayanan ekaristi dan sakramen-sakramen lain secara teratur oleh pastor Dimulainya pencatatan pembaptisan dalam buku induk baptis dan disimpan di stasi tersebut Pada awal abad XIX, di wilayah Hindia Belanda dibukalah tiga stasi pos misi terpisah di tiga kota yang memiliki populasi orang Eropa terbanyak di Jawa pada masa itu, yaitu Stasi Batavia, yang kemudian menjadi Paroki St. Maria Diangkat Ke Surga, Katedral Jakarta, mulai dilayani pastor sejak April 1808. [Tetapi sebagai Prefektur Apostolik yang meliputi seluruh wilayah Hindia Belanda, dan berpusat di Batavia sudah ditetapkan pada 8 Mei 1807] Stasi Semarang, yang kemudian menjadi Paroki St. Yusup, Gedangan Semarang, mulai dilayani pastor Desember 1808. Stasi Surabaya, yang kemudian menjadi Paroki Kelahiran St. Perawan Maria Surabaya, mulai dilayani pastor sejak Juli 1810. Kita dapat membandingkan peringatan ulangtahun ke-200 gereja di Jakarta dan Semarang, yang mulai dilayani dalam tahun yang sama, dan kemudian mendiskusikan peringatan ulangtahun gereja di Surabaya. Jakarta memilih merayakan 200 tahun kehadiran Gereja pada April tahun 2007 sebagai sebuah Keuskupan Agung didasarkan pada penetapan Batavia sebagai Prefektur Apostolik pada 8 Mei 1807, meskipun imam Prefeknya tiba di Batavia baru pada 4 April 1808 dan ekaristi dirayakan pertama kali pada 10 April 1808. Sementara Paroki Katedral memilih merayakan ulangtahunnya berdasarkan peresmian/pemberkatan gedung/bangunan Katedral pada 21 April 1901. Semarang memilih merayakan 200 tahun Paroki St. Yusup Gedangan pada bulan Desember tahun 2008 berdasarkan penetapan penugasan seorang imam di Semarang pada Desember 1808 yang sekaligus merupakan penetapan Semarang sebagai sebuah stasi gerejani. “Tanggal 27 Desember 1808, Gubernur Jenderal Daendels memutuskan dengan beslit bahwa Pastor Lambertus Prinsen Pr, menjadi pastor di Semarang. Esoknya, 28 Desember 1808, Pastor Prinsen tiba di Semarang. Sejak itu Semarang menjadi stasi.” Tetapi, Surabaya memilih merayakan “bukan ke-200 tahun”, melainkan “ke-195 tahun” Paroki Kelahiran St. Perawan Maria pada September 2010 berdasarkan penetapannya sebagai paroki pada 1815, yang datanya agak problematis dan bersumber pada kebingungan mengenai penetapan tahun pendirian stasi Surabaya. Menurut sumber itu, stasi Surabaya didirikan pada tahun 1815. lih. “Gereja Kelahiran Santa Perawan Maria Dalam Lintasan Sejarah” bersumber pada buku Sejarah Perkembangan Keuskupan Surabaya, oleh Rm. John Tondowidjojo CM, Jilid II-A, hal. 96-100 Lahirnya Paroki Kelahiran Santa Perawan Maria Surabaya Berbeda dengan Semarang, peringatan hari ulangtahun Paroki Kelahiran Santa Perawan Maria Surabaya, selanjutnya disingkat “Paroki Kepanjen”, sampai saat ini didasarkan pada “pendirian Paroki Surabaya”. Pertanyaan yang menarik adalah kapan, oleh siapa, dan bagaimanakah pendirian Paroki Surabaya itu terjadi atau dilakukan? Akan lebih menarik lagi kalau diadakan perdebatan dengan menghadirkan para ahli/penulis sejarah gereja di Indonesia. Kolom “History” berjudul “Gereja Kelahiran Santa Perawan Maria Dalam Lintasan Sejarah” pada Website Paroki Kelahiran St. Perawan Maria, menyebutkan “Pada tahun 1815 Pastor Hendrikus Waanders Pr. mendirikan stasi yang pertama di Surabaya merupakan stasi kelima di Indonesia setelah Jakarta/Batavia – Semarang 23 Desember 1808 – Ambarawa – Yogyakarta. Sampai pada tahun 1811 ada 7 orang pastor yang berkarya di Indonesia, yaitu 2 pastor di Batavia, 2 pastor di Surabaya, 2 pastor di Semarang dan 1 pastor di Makasar…. Pada tahun 1815, stasi Surabaya dijadikan Paroki.” Pertama, “Pada tahun 1815 Pastor Hendrikus Waanders Pr. mendirikan stasi yang pertama di Surabaya”. Apakah yang dimaksudkan dengan “mendirikan stasi” disini? Apakah yang dimaksud dengan “stasi yang pertama”? Apakah lalu ada “yang kedua, yang ketiga, dan seterusnya” didirikan oleh Pastor Waanders? Apakah Pastor Waanders punya hak dan kewenangan untuk mendirikan stasi di Surabaya? Pernyataan bahwa stasi Surabaya didirikan baru pada tahun 1815 memberi kesan bahwa pelayanan gerejani di Surabaya baru terjadi pada tahun 1815. Apakah memang demikian kenyataannya? Pendirian stasi Surabaya pada masa itu apakah bisa dibayangkan seperti pendirian Stasi Pogot, yang setelah sekian tahun berkembang lantas ditingkatkan menjadi Paroki Pogot? Untuk membayangkannya, diperlukan pemahaman mengenai situasi kolonial saat itu, terutama menyangkut kewenangan-kewenangan di wilayah koloni Hindia Belanda. Pada masa itu yang berwenang menugaskan dan menempatkan pastor secara resmi di seluruh Hindia Belanda, dan dengan begitu juga menetapkan pendirian stasi gerejani, dalam arti pos misi dimana seorang pastor ditempat-tugaskan, adalah Gubernur Jenderal. Bahkan kewenangan Prefek Apostolik pun sampai tahun 1840 tidak diakui oleh pemerintah kolonial. Adolf Heuken 200 Tahun Gereja Katolik di Jakarta. Jakarta CLC, 2007, mencatat, Prefek hanya dianggap sebagai “pastor kepala Batavia” dan bukan superior atas pastor-pastor lain. Stasi gerejani dengan sendirinya didirikan ketika seorang pastor secara resmi oleh pemerintah kolonial ditempat-tugaskan disitu. Contoh paling jelas adalah Semarang. Pada tahun 1810 Gubernur Jenderal Daendels 1808-1811 mengeluarkan keputusan mengenai penggajian, tunjangan, dan penginjil dan pastor yang akan diangkat di Jawa dan Makassar. Dalam keputusan tersebut antara lain ditentukan mengenai penugasan 9 penginjil Gereformeerde, 4 penginjil pemerintah, 2 pastor akan ditempatkan di Batavia, 2 di Semarang, 2 di Surabaya, dan 1 di Makassar. Atas perintah Daendels, segala urusan keuangan gereja harus dipertanggungjawabkan pada pemerintah. Pada paroh pertama abad XIX di seluruh Hindia Belanda berlaku kebijakan berikut Prefektur Apostolik Batavia didirikan pada 8 Mei 1807 setelah ada persetujuan Raja Louis Napoleon. Dan berada di bawah kewenangan “Zending Belanda”. Urusan agama adalah urusan dan kewenangan negara/pemerintah. Misionaris Katolik hanya boleh masuk Hindia Belanda setelah mendapatkan surat ijin “radicaal” dari pemerintah Belanda, dan hanya untuk misionaris Belanda. Tempat tujuan dan jumlah misionaris yang boleh bekerja di Hindia Belanda ditentukan oleh pemerintah kolonial. Misionaris adalah pegawai pemerintah dan digaji pemerintah Misionaris Katolik dilarang memasuki wilayah misi Protestan Tugas misionaris adalah “pemeliharaan rohani warga Eropa-Katolik”, bukan misi di antara orang-orang pribumi. Dekrit Gubernur Jenderal van Hogendorp 1840 penunjukan, penempatan, dan penggantian pastor dilakukan atas rekomendasi Prefektur Apostolik Nota der punten 1847 Vikaris Apostolik Batavia diberi hak untuk penunjukan, penempatan, dan penggantian misionaris. Dengan situasi kolonial seperti itu sulit dibayangkan bahwa Pastor Waanders memiliki kewenangan mendirikan stasi/pos misi. Stasi Surabaya, sebagai pos misi, dengan sendirinya terjadi begitu Pastor Waanders secara resmi dengan surat tugas menempati pos tugasnya di Surabaya, sejak 12 Juli 1810. Kedua, pada paragraf yang berikutnya tertulis, “Pada tahun 1815, stasi Surabaya dijadikan Paroki”. Apakah yang dimaksudkan dengan “stasi Surabaya dijadikan Paroki”? Dibandingkan dengan fakta sebelumnya, bahwa pada tahun 1815 didirikan stasi di Surabaya, apakah pernyataan ini mau mengatakan fakta baru, yakni bahwa stasi tersebut statusnya lantas ditingkatkan menjadi paroki pada tahun yang sama juga? Pernyataan bahwa pada tahun 1815 stasi Surabaya dijadikan Paroki apakah memiliki dasar historis? Kita perlu melihat beberapa fakta. Fakta Adanya Pastor Secara Berkesinambungan Sejak 1810 Catatan kronologis pertama mengenai Sejarah Stasi Surabaya dibuat pada tahun 1886 pada kertas putih dalam bahasa Latin dengan tulisan tangan sepanjang delapan halaman, dengan judul “Historia Domus Stationis Soerabaiae”. Catatan ini kemudian ditulis kembali pada kertas bergaris kotak-kotak mungkin warna merah muda pada tahun 1890, masih dalam bahasa Latin dan dengan tulisan tangan sepanjang empat setengah halaman, dengan judul “Historia Stationis Soerabaiae ab anno 1810 ad annum 1890”. Mungkin karena kurang informasi atau sebab lain, periode 50 tahun pertama 1810-1859, periode para misionaris Praja sebelum kedatangan para pastor Yesuit, hanya secara ringkas sekali dicatat, tidak lebih dari satu halaman. Mengenai awal stasi Surabaya dan Pastor Waanders, dalam kronik itu hanya dicatat “Misionaris pertama di kota ini adalah Pastor Henricus Waanders sejak tahun 1810. Dia membangun gereja katolik pada tahun 1821, yang diberkati tahun berikutnya pada tanggal 22 Maret. Dia berhenti pada tahun 1827.” Tetapi bagaimanapun ringkasnya, kronik tersebut mencatat bukan hanya bahwa di stasi Surabaya selalu ada pastor dan pelayanan gerejani yang tetap, melainkan juga siapa saja mereka itu dan kapan bertugas di Surabaya. Dalam kurun waktu 47 tahun 1810-1857 terdapat 9 pastor Praja Belanda dan 2 pastor Fransiskan pernah bertugas di Surabaya sebelum digantikan oleh para pastor Yesuit pada tahun 1859. Ke sebelas pastor itu ialah PASTOR HENRICUS WAANDERS 1810-1827 PASTOR ADRIANUS THIJSSEN 1827-1844 Socius Pastor Godhardt OFM sebagai kapelan 1842-1844, Pastor Joannes Antonius van DIJK sebagai kapelan 1844-1845 PASTOR CARTENSTAT 1844-1845 PASTOR B. KERSTENS 1845-1846 Pastor SANDERS 1847-1849 PASTOR Norbertus MOONEN 1848 – 1856 Socius Pastor Mathias Kooij OFMCap sebagai Kapelan 1849-1850, Pastor Caspar de Hesselle sebagai Kapelan 1851-1852 PASTOR Caspar Joannes Hubertus FRANSSEN 1856-1857 Fakta Pencatatan Pembaptisan Sejak 1810 Buku Induk Baptis, yang dimiliki dan selalu tersimpan di stasi Surabaya juga mencatat pembaptisan sejak tahun 1810 sampai sekarang. Bukan sejak 1811, sebagaimana terdapat dalam berbagai dokumen selama ini. Kekeliruan rupanya terjadi karena cover depan pada Registrum Baptismale Buku I Pertama diberi keterangan yang agak menyesatkan, yaitu menyebutkan registrasi mulai dari 10 Maret 1811. Ternyata, baptisan tertanggal 10 Maret 1811 bukanlah baptisan pertama dengan nomor urut 1 yang tercatat dalam Registrum Baptismale Buku I, tetapi baptisan dengan nomor urut 2. Registrasi baptisan dengan nomor urut 1 atas nama Jan George tidak bertanggal tapi bertahun 1810. Selain itu, berdasarkan catatan kecil pada bagian atas halaman 1810/12 tidak bisa disimpulkan lain selain bahwa baptisan pertama terjadi dalam tahun 1810. Dalam tahun 1810-1815 tercatat 17 pembaptisan, termasuk 1 orang yang dibaptis di Bezoeki pada 12 Mei 1812, dengan rincian 1810 1 org, 1811 2 org, 1812 7 org, 1813 5 org, 1814 1 org, 1815 1 org. Selain Buku Induk Baptis, kita tidak punya sumber otentik lain untuk 15 tahun pertama stasi Surabaya. Fakta Kepengurusan Gereja dan Sampai 1890 pun Tetap Disebut Stasi Buku Notulen Gereja, sebagai dokumen otentik masa itu, baru ada catatan sejak 29 Mei 1826 sampai dengan 1936. Buku ini merupakan kumpulan notulen rapat “Kerk en Arm Bestuur” Dewan Gereja dan Keuangan. Dari buku ini dapat diketahui bahwa rapat Dewan Paroki dan Keuangan dilakukan secara rutin dua kali sebulan, minimal sebulan sekali, yang membicarakan hal-hal penting untuk kepentingan gereja. Dari buku ini kita juga tahu bila terjadi pergantian pastor di stasi Surabaya, bahwa selalu ada pastor dan pelayanan gerejani yang tetap di Surabaya. Tidak ada dokumentasi pengubahan stasi menjadi paroki sebagai suatu status sebagaimana kita kenal sekarang. Tampaknya, suatu stasi dengan sendirinya juga berfungsi sebagai “paroki” dalam arti status administratif yang kita mengerti sekarang, tidak ada upacara-upacara pendirian dengan pemukulan gong atau pengguntingan pita seperti sekarang. Pada masa itu tidak dikenal yang namanya perubahan dari stasi dijadikan paroki. Istilah “paroki” sebagai suatu pembagian wilayah administratif belum dikenal, yang dikenal hanyalah istilah “stasi” atau “gereja Katolik”. Bahkan sampai tahun 1890 pun, ketika kronik historis ditulis oleh salah seorang pastor Yesuit, Surabaya masih disebut “stasi” “Historia Stationis Soerabaiae ab anno 1810 ad annum 1890”, sebagai satu-satunya gereja Katolik di Jawa Timur. Jadi, pernyataan bahwa “Pada tahun 1815, stasi Surabaya dijadikan Paroki”, bila dipahami sebagai sebuah perubahan status administratif sebagaimana dipahami dewasa ini, kiranya harus dikatakan tidak memiliki landasan historis. Dengan demikian, Stasi Surabaya dengan fungsi parokialnya, yang kemudian berpusat di Jl. Kepanjen sebagai Paroki Kelahiran Santa Perawan Maria sebagaimana kita kenal sekarang, harus dikatakan sudah lahir atau berdiri sejak 1810 bukan 1815 dan sudah berusia 200 tahun, karena alasan-alasan berikut Penugasan resmi seorang imam secara menetap dan berkelanjutan sejak 1810 Pelayanan gerejani ekaristi dan sakramen-sakramen lain sejak 1810 Mulai pencatatan pembaptisan sejak 1810 Penghargaan atas sejarah kehadiran Gereja Katolik di kota Surabaya sejak 1810 dan atas kerja misionaris awal sejak kedatangannya pada 12 Juli 1810 Perbandingan dengan pendirian stasi sejaman, yaitu Stasi Semarang pada 1808, yang kemudian menjadi Paroki St. Yusup, Gedangan – Semarang, dan yang sudah merayakan 200 tahun paroki pada bulan Desember 2008 Ketiga, keterangan dalam tanda kurung “merupakan stasi kelima di Indonesia setelah Jakarta/Batavia – Semarang 23 Desember 1808 – Ambarawa – Yogyakarta”. Apakah keterangan tersebut berarti bahwa stasi Surabaya didirikan setelah Ambarawa dan Yogyakarta? Apakah keterangan tersebut sesuai dengan fakta sejarah? Tambahan keterangan bahwa Surabaya merupakan “stasi kelima di Indonesia” lih. juga Sejarah Perkembangan Keuskupan Surabaya jilid I dan jilid II-A bukan saja membingungkan, tetapi juga tidak sesuai dengan fakta sejarah. Bukan stasi kelima, tetapi STASI KETIGA setelah stasi Batavia 1808 dan stasi Semarang 1808. Stasi Ambarawa baru berdiri tahun 1859 setelah dipisahkan dari stasi Semarang dan meliputi wilayah Ambarawa-Salatiga-Solo-Madiun-Pacitan. Sementara stasi Yogyakarta berdiri pada tahun 1865 setelah dipisahkan dari stasi Semarang dan meliputi wilayah Yogyakarta-Kedu-Bagelen-Banyumas. lih. Sejarah Gereja St Yusup Gedangan – Semarang oleh Rm Johannes Pujasumarta Pr pada website 2001_Sejarah_Gereja_Paroki_Santo_Yusup_Gedangan?&item_id=2&viewreplies=reverse Keempat, “Sampai pada tahun 1811 ada 7 orang pastor yang berkarya di Indonesia, yaitu 2 pastor di Batavia, 2 pastor di Surabaya, 2 pastor di Semarang dan 1 pastor di Makasar.” Apakah pernyataan tersebut merupakan fakta sejarah? Dari pernyataan di atas paling tidak didapatkan kesan bahwa pada tahun 1811 terdapat 2 pastor di Surabaya. Pernyataan tersebut di atas perlu dibaca dengan hati-hati dan tidak boleh dimengerti sebagai fakta, melainkan harus dimengerti sebagai “keputusan atas sebuah rencana”. Catatan tersebut bersumber dari catatan bahwa pada tahun 1810 Gubernur Jenderal Daendels mengeluarkan keputusan mengenai penggajian, tunjangan, dan penginjil dan pastor yang akan diangkat di Jawa dan Makassar. Dalam keputusan tersebut antara lain ditentukan mengenai penugasan 9 penginjil Gereformeerde, 4 penginjil pemerintah, 2 pastor akan ditempatkan di Batavia, 2 di Semarang, 2 di Surabaya, dan 1 di Makassar. lih. buku Rm John Tondowidjojo CM, Sejarah Perkembangan Keuskupan Surabaya jilid II-A Pada intinya surat keputusan Gubernur Jenderal Daendels mau mengatakan bahwa untuk misi katolik di seluruh wilayah Hindia Belanda hanya tersedia ijin “radicaal” untuk 7 orang pastor saja, tidak lebih. Mengenai penempatan tenaga itu ternyata Prefek Batavia masih bisa “menawar” walau problematis. Sebab faktanya, bukan 2 imam tetapi hanya 1 imam pastor H. Waanders yang bertugas menetap di Surabaya sampai Januari 1826 saat kedatangan pastor Andrianus Thijssen. Sementara itu untuk stasi Makassar, meskipun sudah direncanakan dan diijinkan dibuka pada tahun 1810 tetapi karena kurangnya tenaga maka peluang itu tidak bisa segera terpenuhi, jadi ditunda. Pada kenyataannya, stasi ini baru bisa dibuka pada tahun 1892, setelah seorang imam Yesuit yang sebelumnya bertugas di Larantuka ditempatkan di Makassar dan mendirikan gereja disitu. lih. Hasto, dan Sejarah Paroki Katedral Makassar pada website CM 10 Pebruari 201
TRIBUNPONTIANAKCO.ID - Saksikan siaran langsung live streaming misa online minggu ini dapat disaksikan di channel YouTube katedral berbagai daerah. Sejumlah Gereja Katolik menayangkan misa online di tengah pandemi corona atau Covid-19. Live misa online digelar setiap pekan dalam masa darurat peribadatan.
GerejaKatedral Jakarta akan menggelar Misa Malam Paskah dan Paskah secara online dan offline. Umat Katolik mengikuti ibadah Jumat Agung di Gereja Katedral, Jakarta, Jumat (15/4/2022). Kegiatan tesebut merupakan rangkaian dari pekan suci perayaan Paskah 2022 Paroki Katedral Jakarta yang mengambil tema semakin mengasihi, semakin peduli, semakin
\n\njadwal misa gereja katolik surabaya
GerejaKatolik Paroki Roh Kudus merupakan salah satu paroki di Keuskupan Surabaya (daerah kevikepan Surabaya Selatan).Gereja ini beralamat di Jalan I Gusti Ngurah Rai No. 97, Surabaya, berada di dalam kompleks perumahan Purimas, daerah Rungkut.. Sejarah. Pastor Heijne, yang pada bulan April 1970 dipercayakan sebagai Pastor Kepala di gereja Katolik Yohanes Pemandi BagiGereja Katolik Tiongkok, pasar Huanan memiliki nilai historis. Konferensi Waligereja China (BCCCC) seperti dikutip Guardian.com, memasukan wilayah Huanan sebagai tempat awal misi Gereja Katolik di Negeri Tirai Bambu. Nilai historis ini berkaitan dengan karya pewartaan orang kudus pertama dari Tiongkok Pastor Yohanes Gabriel Perboyre CM. JadwalMisa Gereja Katolik di Jogja Terbaru Update 2022 di Area Kota & Sekitarnya. Jadwal Ekaristi Terbaru & Update 2022. Misa Online Hari Sabtu – Minggu 30-31 Juli 2022 Minggu Biasa XVIII TH.C/II Gereja JETIS – Minggu Jam 08.00 WIB. Gereja KOTABARU –
JadwalMisa SEW 2022-07-08T10:30:24 Citraland Surabaya. Misa Mingguan. Sabtu 18:00; Minggu 06:00, 10:00, 18:00; Misa Harian. Senin-Sabtu 05:30; Baptis Bayi. Minggu Ketiga 11:30; St. John Paul II – Pakuwon Mall, Surabaya petugas berhak untuk tidak memperkenankan umat yang datang terlambat masuk ke area gereja maupun kapel termasuk
.
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/39
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/737
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/273
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/12
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/931
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/177
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/593
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/921
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/893
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/937
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/585
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/604
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/252
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/112
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/846
  • jadwal misa gereja katolik surabaya