Dalamsalah satu sabdanya, Rasulullah Saw menjelaskan ulama itu merupakan pewaris para Nabi (al-'ulama waratsatul anbiya). Para nabi tidak mewariskan harta melainkan ilmu. Selanjutnya, didalam masyarakat Indonesia ada beberapa istilah yang berkembang sesuai dengan konteks lokal untuk menyebut ulama.
Alquran menyebutkan Ulama ada 2 x. Pertama Di dalam surah Fathir ayat 28 "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambanNya hanyalah ulama". Ayat ini berbicara dalam konteks ajakan, untuk mempelajari, memperhatikan turunnya hujan dari langit beraneka ragamnya buah-buahan, gunung-gunung dan fenomena alam yang menjadi ayat-ayat Kauniah. Orang-orang yang memiliki pengetahuan di bidang itu adalah para ulama-ulama yang takut kepada Allah Swt. Yang kedua Di dalam surah as-Syu'ara ayat 197 "Dan apakah tidak cukup menjadi bukti bagi mereka, bahwa para ulama Bani Israil mengetahuinya?". Ayat ini berbicara dalam konteks turunnya Alquran, yang dibawa oleh Jibril, yang disampaikan kepada Nabi MUHAMMAD Saw, dan kebenarannya diakui oleh ulama Bani Israil. Berdasarkan 2 ayat di atas dapat disimpulkan bahwa para ulama ialah orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas mencakup ayat-ayat Kauniah fenomena alam dan ayat Quraniah. Bila kita telusuri, kata ulama berasal dari ilmu, dan kata ilmu dan yang sejalan dengan makna ilmu berulang-ulang di dalam Alquran lebih 800 kali, ternyata ilmu yang terpuji di sisi Allah SWT. adalah ilmu yang dibarengi rasa Khasyyah takut kepada Allah SWT. dan tunduk kepada yang memberikan ilmu pengetahuan itu sendiri. Sejalan dengan ayat-ayat Alquran, Hadits-hadits Nabi SAW. banyak mereka orang yang bertambah ilmu tetapi tidak bertambah hidayah dan rasa takut kepada Allah. Ulama-ulama yang memiliki rasa Khasyyah takut kepada Allah SWT mereka itulah pewaris Nabi sekaligus sebagai benang merah antara cendikiawan dan ulama. Di dalam kitab AUNUL MA'BUD syarah SUNAN ABI DAUD, Juz 6 473. dijelaskan "Sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham dan mereka hanya mewariskan ilmu,maka siapa-siapa yang mengambilnya berarti dia telah mengambil bahagian yang sempurna". Hadits ini shahih, dan Imam Turmuzi, Ibnu Majah juga meriwayatkan Hadits tersebut. maknanya diperkuat oleh Alquran surah Fathir ayat 32 "Kemudian Kami wariskan Alkitab kepada yang Kami pilih dari hamba-hamba Kami". Ciri-ciri Ulama Pewaris Nabi Bila kita telusuri di dalam Alquran akan kita jumpai beberapa tugas para Nabi, di antaranya 1. Menyampaikan "Wahai Rasul sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmusurah al-Maidah ayat 67". 2. Menjalankan isi kandungan ayat-ayat Allah "Dan Kami turunkan Alkitab kepadamusurah an-Nahl ayat 44". 3. Memutuskan atau menyelesaikan persoalan yang Allah turunkan bersama mereka Alkitab dengan benar agar dapat memutuskan perkara yang diperselisihkanal-Baqarah ayat 213" 4. Menjadi contoh dan ikutan bagi umatnya"Sesungguhnya engkau berakhlak yang agungal-Qalam ayat 4". 5. Membimbing umat ke jalan yang benar "Sesungguhnya engkau pembimbing ke jalan yang lurusAzzukhruf ayat 52" sungguh teramat pentingnya kita mempunyai seorang pembimbing yg benar, yaitu Ulama warisyatulambya, oleh karena itu carilah mereka, belajarlah pada mereka, mengabdilah pada mereka, berjuanglah bersama mereka, niscaya keselamatan di dunia sampai akhirat nanti akan kita dapatkan...!
ilmuwan/ ulama adalah pewaris nabi Dari Abu Darda ra berkata ; saya mendengar Rasulullah bersabda : "Barang siapa yang berjalan untuk berjalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkannya bagimnya jalan ke surga, sedangkan malaikat membuka sayanya bagi orang yang mencari ilmu karena ridha terhadap apa yang dilakukannya.
loading...Salah satu ciri Ulama Su ulama buruk yaitu pandai berbicara di muka umum layaknya orang Alim berilmu, padahal ia tamak kepada dunia. Foto ilustrasi/Ist Ulama adalah pewaris para Nabi Al-'Ulama waratsatul anbiya. Kelebihan mereka dibanding ahli ibadah seperti keutamaan bulan purnama atas semua bintang. Lalu bagaimana dengan Ulama Su'? Bagaimana pandangan Islam terhadap mereka. Untuk diketahui, ulama adalah jamak dari 'Alim yang artinya orang berilmu atau ahli ilmu. Sementara kata Su' merupakan masdar dari Sa'a-Yasu'u-Saw'an yang artinya buruk, jelek, dan jahat. Dengan demikian, Ulama Su' bermakna ahli ilmu yang buruk atau ulama buruk tercela. Imam Al-Ghazali dalam Kitab Bidayatul Hidayah menerangkan ciri-ciri Ulama Su'. Beliau menukil Hadis Nabi yang artinya "Siapa yang ber­tambah ilmu, tapi tidak bertambah hidayah, ia hanya bertambah jauh dari Allah." Juga sabda Nabi yang artinya "Orang yang paling keras siksanya di hari Kiamat, adalah orang alim yang ilmunya tak Allah berikan manfaat padanya."Imam Al-Ghazali menceritakan kisah Nabi ketika melakukan Isra', beliau melewati sekelompok kaum yang bibir mereka digun­ting dengan gunting api neraka. Lalu Nabi bertanya "Sia­pa kalian?" Mereka menjawab "Kami adalah orang-orang yang memerintahkan kebaikan tapi tidak melakukan­nya, dan mencegah keburukan tapi kami sendiri mengerjakannya!"Celaka sekali orang bodoh karena ia tidak belajar. Namun lebih celaka seribu kali orang alim yang tak mengamalkan ilmunya. Dalam menuntut ilmu, manusia terbagi atas tiga golongan. Golongan ketiga ini termasuk ciri-ciri Ulama Su' atau ulama Seseorang yang menuntut ilmu untuk bekal Akhirat dimana ia ha­nya ingin mengharap ridha Allah dan negeri akhirat. Ini termasuk kelompok yang Seseorang yang menuntut ilmu untuk kepentingan dunianya sehingga ia bisa memperoleh kemuliaan, kedudukan, dan harta. Ia tahu dan sadar bahwa keada­annya lemah dan niatnya hina. Orang ini termasuk ke dalam kelompok berisiko. Jika ajalnya tiba belum sempat bertobat, dikhawatirkan ia wafat su'ul khatimah dan keadaannya menjadi berbahaya. Tapi jika sempat bertobat sebe­lum ajal maka ia termasuk orang yang Seseorang yang menuntut ilmu sebagai sarana untuk memperbanyak harta, berbang­ga dengan kedudukannya dan menyombongkan diri de­ngan besarnya jumlah pengikut. Ia terperdaya oleh setan. Ilmunya menjadi tumpuan untuk meraih duniawi. Bersamaan dengan itu, ia mengira bahwa dirinya mempunyai posisi khusus di sisi Allah karena ciri-ciri, pakaian, dan ke­pandaian berbicara seperti ulama, padahal ia tamak kepada dunia lahir dan ketiga ini termasuk ciri-ciri Ulama Su'. Ia juga termasuk yang disebutkan oleh Rasulullah SAW "Ada yang paling aku khawatirkan dari kalian ke­timbang Dajjal." Beliau kemudian ditanya "Apa itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab "Ulama Su' buruk." Sebab, Dajal memang bertujuan menyesatkan, se­dangkan ulama ini, lidah dan ucapannya memalingkan manusia dari dunia, tapi amal perbuatan dan keadaannya mengajak manusia ke manusia lebih terpengaruh oleh apa yang dilihat ketimbang meng­ikuti apa yang diucap. Karena, biasanya orang bo­doh mencintai dunia setelah melihat si Alim cinta pada dunia. Ilmu pengetahuan yang dimilikinya menjadi fak­tor yang menyebabkan orang-orang berani ber­maksiat kepada Allah. Karena itu, jadilah golongan yang pertama. Waspadalah agar tidak menjadi golongan kedua. Lebih dari itu, berhati-hatilah jangan sampai menjadi golong­an ketiga karena siksaannya sangat keras di Akhirat kelak. Baca Juga rhs

6 Menghormati Pewaris Rasul. Berakhlak baik kepada Rasul Saw juga berarti harus menghormati para pewarisnya, yakni para ulama yang konsisten dalam berpegang teguh kepada nilai-nilai Islam, yakni yang takut kepada Allah Swt dengan sebab ilmu yang dimilikinya. Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.

- Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir yang berarti tidak ada lagi nabi setelahnya. Risalah kenabian telah sempurna dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Walaupun begitu, sebagai seorang manusia Nabi Muhammad mempunyai batas waktu di dunia ini. Oleh karena itu beliau tidak bisa terus mendampingi umatnya sampai hari kiamat. Lantas siapakah yang mengemban tugas kenabian sepeninggal Nabi Muhammad SAW? Tak lain dan tak bukan adalah para ulama. Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa beliau tidak mewariskan Dinar dan dirham, melainkan mewariskan ilmu. Dan para ulama adalah pewaris para nabi. Siapakah ulama itu? Secara sederhana para ulama adalah orang yang berilmu. Namun dalam konteks keagamaan, ulama seseorang yang mumpuni dalam ilmu agama. Adapun yang mempunyai kemampuan dalam bidang sains disebut ilmuwan. Ahli dalam spektrum keilmuan yang luas disebut cendekiawan. Tak hanya keilmuan agama yang mumpuni, seorang ulama juga mesti memiliki Akhlakul Karimah. Dalam istilah ilmu hadits, kemampuan keilmuan disebut dengan dhawabith dan Akhlakul Karimah disebut dengan 'adalah atau keadilan. Seorang yang dhabit sekaligus adil otomatis diterima haditsnya. Namun jika ada cacat salah satu atau dua-duanya maka haditsnya menjadi lemah. Selanjutnya ciri seorang ulama adalah kuatnya spiritualitas. Hal ini disebutkan dalam QS. Fathir 28 yang menyatakan bahwa para ulama adalah hamba-hamba Allah yang takut kepadaNya. Innamaa yakhsyallaaha min 'ibaadihil 'ulamaa. Ulama yang kering spiritualitasnya tidak akan bisa menyentuh hati jama'ahnya. Spiritualitas juga menjadi sarana komunikasi antara hamba dengan Tuhannya. Sikap yang perlu dimiliki oleh seorang ulama juga independensi. Independensi artinya seorang ulama berpikir dan bersikap berdasarkan ijtihad dan nilai yang dia pegang. Bukan karena kepentingan atau pesanan siapapun. Bahkan seorang ulama banyak yang mendapatkan hukuman dari penguasa karena tidak mau disetir oleh kepentingan penguasa. Kisah paling terkenal adalah bagaimana Imam Ahmad bin Hanbal teguh memegang akidahnya di saat kelompok Muktazilah berkuasa. Terakhir seorang ulama harus bergaul dan bermanfaat bagi masyarakat. Seorang ulama yang menjauh dari masyarakat dan menuntut ilmu untuk dirinya sendiri tidak sejalan dengan semangat kenabian. Dimana Nabi Muhammad SAW berbaur dan berjuang bersama sahabatnya. Nabi Muhammad pun tak segan merangkul kelompok lemah dan juga bergaul dengan kelompok kaya. Nabi Muhammad hidup bermasyarakat walaupun sesekali merenung dalam Gua Hira. Denganuraian dan dasar Al Quran di atas maka Islam tidak mengenal peran ulama sebagai pewaris para nabi karena pewaris para nabi itu adalah KHALIFAH (QS. 6:165, 10:14 dan 73) dengan dasarnya yang kuat yakni QS. 38:26 tersebut. Dalam al-Qur'an kata ulama disebutkan pada dua tempat, yaitu: surat al-Syu'ara' ayat 197 dan surat Fathir ayat 28.
Di samping sebagai perantara antara diri-Nya dengan hamba-hamba-Nya, dengan rahmat dan pertolongan-Nya, Allah Subhanahu wa Ta'ala juga menjadikan para ulama sebagai pewaris perbendaharaan ilmu agama. Sehingga, ilmu syariat terus terpelihara kemurniannya sebagaimana awalnya. Oleh karena itu, kematian salah seorang dari mereka mengakibatkan terbukanya fitnah besar bagi muslimin. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengisyaratkan hal ini dalam sabdanya yang diriwayatkan Abdullah bin Amr ibnul Ash, katanya Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعاً يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِباَدِ، وَلَكِنْ بِقَبْضِ الْعُلَماَءِ. حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عاَلِماً اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوْساً جُهَّالاً فَسُأِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.” HR. Al-Bukhari no. 100 dan Muslim no. 2673 Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan Asy-Sya’bi berkata “Tidak akan terjadi hari kiamat sampai ilmu menjadi satu bentuk kejahilan dan kejahilan itu merupakan suatu ilmu. Ini semua termasuk dari terbaliknya gambaran kebenaran kenyataan di akhir zaman dan terbaliknya semua urusan.” Di dalam Shahih Al-Hakim diriwayatkan dari Abdullah bin Amr secara marfu’ riwayatnya sampai kepada Rasulullah “Sesungguhnya termasuk tanda-tanda datangnya hari kiamat adalah direndahkannya para ulama dan diangkatnya orang jahat.” Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 60 Meninggalnya seorang yang alim akan menimbulkan bahaya bagi umat. Keadaan ini menunjukkan keberadaan ulama di tengah kaum muslimin akan mendatangkan rahmat dan barakah dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Terlebih Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengistilahkan mereka dalam sebuah sabdanya مَفاَتِيْحُ لِلِخَيْرِ وَمَغاَلِيْقُ لِلشَّرِّ “Sebagai kunci-kunci untuk membuka segala kebaikan dan sebagai penutup segala bentuk kejahatan.” Kita telah mengetahui bagaimana kedudukan mereka dalam kehidupan kaum muslimin dan dalam perjalanan kaum muslimin menuju Rabb mereka. Semua ini disebabkan mereka sebagai satu-satunya pewaris para nabi sedangkan para nabi tidak mewariskan sesuatu melainkan ilmu. Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah mengatakan “Ilmu merupakan warisan para nabi dan para nabi tidak mewariskan dirham dan tidak pula dinar, akan tetapi yang mereka wariskan adalah ilmu. Barangsiapa yang mengambil warisan ilmu tersebut, sungguh dia telah mengambil bagian yang banyak dari warisan para nabi tersebut. Dan engkau sekarang berada pada kurun abad, red ke-15, jika engkau termasuk dari ahli ilmu engkau telah mewarisi dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan ini termasuk dari keutamaan-keutamaan yang paling besar.” Kitabul Ilmi, hal. 16 Dari sini kita ketahui bahwa para ulama itu adalah orang-orang pilihan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman ثُمَّ أَوْرَثْناَ الْكِتاَبَ الَّذِيْنَ اصْطَفَيْناَ مِنْ عِباَدِناَ “Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba kami.” Fathir 32 Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman “Kemudian Kami menjadikan orang-orang yang menegakkan mengamalkan Al-Kitab Al-Quran yang agung sebagai pembenar terhadap kitab-kitab yang terdahulu yaitu orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, mereka adalah dari umat ini.” Tafsir Ibnu Katsir, 3/577 Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan “Ayat ini sebagai syahid penguat terhadap hadits yang berbunyi Al-’Ulama waratsatil anbiya ulama adalah pewaris para nabi.” Fathul Bari, 1/83 Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah mengatakan Maknanya adalah “Kami telah mewariskan kepada orang-orang yang telah Kami pilih dari hamba-hamba Kami yaitu Al-Kitab Al-Qur’an. Dan Kami telah tentukan dengan cara mewariskan kitab ini kepada para ulama dari umat engkau wahai Muhammad yang telah Kami turunkan kepadamu… dan tidak ada keraguan bahwa ulama umat ini adalah para shahabat dan orang-orang setelah mereka. Sungguh Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memuliakan mereka atas seluruh hamba dan Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan mereka sebagai umat di tengah-tengah agar mereka menjadi saksi atas sekalian manusia, mereka mendapat kemuliaan demikian karena mereka umat nabi yang terbaik dan sayyid bani Adam.” Fathul Qadir, hal. 1418 Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda إن الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ، إِنَّ اْلأَنْبِياَءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْناَرًا وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ “Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” Hadits ini diriwayatkan Al-Imam At-Tirmidzi di dalam Sunan beliau no. 2681, Ahmad di dalam Musnad-nya 5/169, Ad-Darimi di dalam Sunan-nya 1/98, Abu Dawud no. 3641, Ibnu Majah di dalam Muqaddimahnya dan dishahihkan oleh Al-Hakim dan Ibnu Hibban. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah mengatakan “Haditsnya shahih.” Lihat kitab Shahih Sunan Abu Dawud no. 3096, Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 2159, Shahih Sunan Ibnu Majah no. 182, dan Shahih At-Targhib, 1/33/68 Asy-Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al-Madkhali mengatakan “Kebijaksanaan Allah atas makhluk-Nya dan kekuasaan-Nya yang mutlak atas mereka. Maka barang siapa yang mendapat hidayah maka itu wujud fadhilah keutamaan dari Allah dan bentuk rahmat-Nya. Barangsiapa yang menjadi tersesat, maka itu dengan keadilan Allah dan hikmah-Nya atas orang tersebut. Sungguh para pengikut nabi dan rasul menyeru pula sebagaimana seruan mereka. Mereka itulah para ulama dan orang-orang yang beramal shalih pada setiap zaman dan tempat, sebab mereka adalah pewaris ilmu para nabi dan orang-orang yang berpegang dengan sunnah-sunnah mereka. Sungguh Allah telah menegakkan hujjah melalui mereka atas setiap umat dan suatu kaum dan Allah merahmati dengan mereka suatu kaum dan umat. Mereka pantas mendapatkan pujian yang baik dari generasi yang datang sesudah mereka dan ucapan-ucapan yang penuh dengan kejujuran dan doa-doa yang barakah atas perjuangan dan pengorbanan mereka. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya atas mereka dan semoga mereka mendapatkan balasan yang lebih dan derajat yang tinggi.” Al-Manhaj Al-Qawim fi At-Taassi bi Ar-Rasul Al-Karim hal. 15 Asy-Syaikh Shalih Fauzan mengatakan “Kita wajib memuliakan ulama muslimin karena mereka adalah pewaris para nabi, maka meremehkan mereka termasuk meremehkan kedudukan dan warisan yang mereka ambil dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam serta meremehkan ilmu yang mereka bawa. Barangsiapa terjatuh dalam perbuatan ini tentu mereka akan lebih meremehkan kaum muslimin. Ulama adalah orang yang wajib kita hormati karena kedudukan mereka di tengah-tengah umat dan tugas yang mereka emban untuk kemaslahatan Islam dan muslimin. Kalau mereka tidak mempercayai ulama, lalu kepada siapa mereka percaya. Kalau kepercayaan telah menghilang dari ulama, lalu kepada siapa kaum muslimin mengembalikan semua problem hidup mereka dan untuk menjelaskan hukum-hukum syariat, maka di saat itulah akan terjadi kebimbangan dan terjadinya huru-hara.” Al-Ajwibah Al-Mufidah, hal. 140 Wallahu a’lam. Artikel
Al'ulama' Warasatat al-Anbiya ('Ulama pewaris para Nabi), adagium ini memberikan pengaruh besar terhadap posisi dan status institusi 'Ulama di masyarakat Muslim. Dalam lintasan sejarah masyarakat Islam beranggapan bahwa pemegang otoritas kebenaran Islam pasca Nabi Muhammad wafat adalah 'Ulama. Kata Kunci Pendidikan Aqidah; Nubzah Fil Aqidah Al-Islamiyah; Pendidikan Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan1 Bagaimana pendidikan aqidah yang terkandung dalam kitab Nubzah Fil Aqidah Al-Islamiyah karya Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin 2 Bagaimana relevansi pendidikan aqidah dalam kitab Nubzah Fil Aqidah Al-Islamiyah karya Muhammad Bin Shalih AlUtsaimin dengan pendidikan Islam saat ini. Jenis penelitian ini adalah termasuk penelitian library research atau penelitian kepustakaan yang khusus mengkaji suatu masalah untuk memperoleh data dalam penulisan penelitian ini. Adapun sumber data dari penelitian ini diperoleh dari sumber primer adalah kitab Nubzah Fil Aqidah Al-Islamiyah dan sumber sekunder adalah buku-buku aqidah lain yang relevan dengan pembahasan penulisan skripsi. metode analisis data dalam penelitian ini adalah metode analisis isi content analysis. Hasil penelitian menyatakan bahwa pertama, tujuan pendidikan aqidah menurut Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin adalah untuk mengikhlaskan niat, amal dan ibadah hanya kepada Allah SWT semata, membebaskan akal dan pikiran dari kekacauan yang timbul dari kosongnya hati dari aqidah, meraih kebahagiaan dunia dan akhirat dengan memperbaiki individu-individu dan kelompokkelompok. Materi pendidikan aqidah yaitu iman kepada Allah, iman kepada Malaikat, iman kepada kitab-kitab-Nya, iman kepada Nabi dan Rasul, iman kepada hari akhir, dan iman kepada qadha dan qadar. Adapun metode pendidikan aqidah adalah metode hiwar percakapan, amtsal perumpamaan, kisah, dan targhib motivasi. Kedua, secara umum konsep pendidikan aqidah perspketif Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin relevan terhadap pendidikan aqidah saat ini, baik itu terhadap pendidikan aqidah di lembaga-lembaga sekolah, maupun terhadap pendidikan aqidah di tengah-tengah masyarakat, hal ini dapat dilihat dari kesesuaian definisi aqidah, tujuan pendidikan aqidah, dasar pendidikan aqidah, serta metode dan materi yang beliau tawarkan dengan konsep aqidah saat ini. Berdasarkanpemerhatian Ulama Billah Nabi telah memberikan beberapa petunjuk yang jelas didalam hadis2 yang diatas, berkenaan ciri2 umum golongan yang selamat di antaranya : Kunci pertama : Mereka yang mengikuti Sunnahku. Kunci kedua : Mereka yang mengikuti Sunnah sahabatku. Kunci ketiga : Tinggalkan bid'ah. Kunci Keempat : Golongan atau Jamaah.
Tidak semua manusia di muka bumi ini menjadi pewaris Nabi. Ada orang-orang tertentu yang dipilih, dan telah memiliki sifat-sifat yang memenuhi kriteria sebagai seorang ulama pewaris Nabi. Predikat terbaik bagi seorang ahli ilmu adalah menjadi pewaris Nabi, dan sebaik-baik para makhluk adalah pewaris Nabi. Ibnu Abbas berkata, “Ulama’ ialah orang-orang yang mengetahui bahawa sesungguhnya Allah Maha Berkuasa atas setiap sesuatu”. Dan tambahnya lagi,” Orang alim ialah mereka yang tidak melakukan syirik kepada Allah dengan sesuatu pun, serta dia menghalalkan apa yang dihalalkan-Nya dan mengharamkan apa yang diharamkan-Nya. Ciri-ciri ulama’ pewaris nabi yang pertama ialah takut akan Allah SWT. Hal ini sebagaimana Firman Allah. إنما يخشى الله من عباده العلمــؤا إن الله عزيز غفور “….. Sesungguhnya golongan yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya ialah para ulama’. Sesungguhya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,”QS. Al-Fathir 28 Ibnu Abbas berkata, “Sesiapa yang takut akan Allah, maka dia adalah orang alim”. Ciri kedua ialah beramal dengan segala ilmunya. Sebagaimana sebuah hadist dalam Sunan Ad-Darimi فَإِنَّمَا العَالِم مَنْ عَمِلَ بِمَا عَلِمَ “Sesungguhnya orang alim itu adalah orang yang beramal dengan apa yang dia ketahui.” Sayyidina Ali berkata, “Wahai orang yang mempunyai ilmu! beramallah kamu dengannya karena sesungguhnya orang yang alim itu adalah orang yang beramal dengan ilmu yang dia ketahui, serta selaras antara ilmunya dengan amalannya”. Ciri ketiga hatinya bersih daripada syirik dan maksiat, serta tidak tamak kepada makhluk di dunia. Ibnu Umar berkata, “Tiadalah seseorang lelaki itu dianggap alim sehingga dia tidak hasad dengki kepada orang yang lebih alim daripadanya, tidak menghina orang yang kurang daripadanya serta tidak mencari dengan ilmunya upahan kebendaan”. Ciri keempat ulama’ ini meneruskan tugas nabi, yaitu mengajar, mendidik, membersihkan hati umat daripada syirik dan maksiat serta berdakwah dan memerintah mengikut perintah Allah. Hal ini sebagaimana kita fahami dalam ayat 2 surah al-Jumaah, هو الذي بعث فى الأميئن رسولا منهم يتلوا عليهم ءايــته ويزكيهم ويعلمهم الكتب والحكمة وإن كانوا من قبل لفى ضلــل مبين “Dialah Allah yang telah mengutuskan kepada kalangan orang-orang arab yang buta huruf seorang rasul dari bangsa mereka sendiri yang membacakan ayat-ayat Allah yang membuktikan keesaan Allah dan kekuasaanNya. Dan membersihkan mereka daripada aqidah yang sesat serta mengajarkan mereka kitab Allah dan hikmat pengetahuan yang mendalam mengenai hukum-hukum syariat. Dan sesungguhnya mereka sebelum kedatangan nabi Muhammad SAW adalah dalam kesesatan yang nyata.” Itulah ciri-ciri ulama yang memegang warisan Nabi, mereka akan senantiasa mengajak kebaikan dibanding dengan sesuatu hal yang sia-sia. Maka dari itu, sesiapa saja yang ingin mendapatkan warisan Nabi, maka ikutilah sifat-sifat di atas, sehingga keuntungan amalanlah yang akan diraih, wallahu a’alam. [] Sumber Riyadhus Shalihin/Karya Syeikh Salim bin Ied Al-Hilali/Penerbit Pustaka Asy-Syafi’i
26September 2021. Akhir Zaman, Awas Bahaya Ulama Suu' ini Ciri-cirinya. Akhir Zaman, Awas Bahaya Ulama Suu' (Jahat) - Ulama dalam pandangan Islam memiliki kedudukan yang sangat mulia. Karena merekalah yang memahami kitab Allah dan sunnah Rasulullah. Pemahaman ini adalah bekal untuk menjalani hidup yang benar dan menunjukkan kepada orang Ciriciri ulama' pewaris nabi ialah yang pertama bersifat takutkan Allah sebagaimana Firman Allah dalam ayat 28 surah Fathir : إنما يخشى الله من عباده العلمــؤا إن الله عزيز غفور. Maksudnya : .. Sesungguhnya golongan yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya ialah para ulama'. االلَّهَ ادِهِ الْعُلَمَاءُ. Sesungguhnya yang takut kepada Alloh di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. (TQS. Fathir : 28). Bahkan Rasululloh Muhammad Shallallohu' Alaihi wa Sallam bersabda: Rasulullah SAW. "Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh .
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/286
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/462
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/329
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/93
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/857
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/790
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/427
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/742
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/702
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/256
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/141
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/908
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/948
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/351
  • 0zx68ta3ky.pages.dev/905
  • ciri ulama pewaris nabi